Rabu, 25 Februari 2015

Review tentang Pantai Cipta, Mutiara Tersembunyi di Semarang

Setelah aku mengepos foto di akun instagramku yang berada di Pantai Cipta (kalo mau difollow silahkan loh di @dwinuis *promosi), ternyata respon teman-temanku cukup positif. Mereka banyak yang menanyakan itu dimana. Mungkin tidak menyangka bahwa di Semarang ada pantai yang kelihatannya bagus kali ya xixi. Nah kali ini aku mau mereview tentang Pantai Cipta ini. Let's check it out.

Foto yang aku post di instagram

Bagaimana caranya ke sana?
Alternatif I : Kalo aku ke sana via Jalan Hasanudin (dekatnya Stasiun Poncol) arah ke Tanah Mas. Dari Jalan Hasanudin ini tinggal lurus dan bila sudah menemui sebuah sungai ambil jalan yang sebelah kiri sungai saja. Dari sini lurus terus saja sampai mentok dan kalian akan berjumpa dengan Jalan Arteri. Dari sana kalian akan melihat terminal peti kemas di seberang jalan, nah Pantai Cipta ada di belakang terminal tersebut. Setelah dari pos penjagaan masuk-keluarnya truk kalian tinggal mengikuti jalan dan sampailah kalian ke Pantai Cipta. Jika ragu disarankan untuk bertanya ke orang-orang sekitar ya.

Alternatif II : Nah alternatif jalan ini bisa kalian gunakan bila kalian dari arah Bundaran Kalibanteng. Bila kalian dari arah Bundaran Kalibanteng, menujulah ke Jalan Arteri dan lurus saja sampai lampu merah ketiga. Setelah itu jalan pelan-pelan sampai menemukan tumpukan peti kemas di kiri jalan. Nah, Pantai Cipta terletak tepat di belakang terminal peti kemas tersebut.

Ada biaya masuknya?
Waktu aku dan temanku, Fira, ke sana tanggal 18 Februari 2015 sekitar pukul 12.00 siang naik sepeda motor kami tidak menjumpai orang yang menariki biaya masuk. Tetapi saat keesokan harinya saat aku ke sana lagi bersama Tami naik sepeda sekitar jam 06.00 pagi malah ada orang yang menariki biaya masuk sebesar Rp 1000,00 per sepeda. Mungkin karena hari itu hari libur dan cukup ramai pengunjung. Aku tidak tau berapa biaya untuk kendaraan lain dan kurang tau juga itu biaya masuknya resmi atau pungli ._.v

Memang pantainya kayak gimana sih?
Jujur sewaktu aku sama Fira itu aku baru pertama kali ke sini, belum tau keadaan pantai ini sebenarnya. Kami ke sini pun gara-gara Fira pingin ke pantai daripada suwung di kos gak ada kerjaan. Sebagai teman yang baik hati okelah gakpapa aku temenin walau siang-siang ke pantai (bayangkan gimana panasnya Semarang, apalagi di pantai jam 12.00). Setelah mencari wangsit di google tentang pantai di Semarang selain Pantai Maron dan Marina yang udah mainstream dan gitu-gitu aja (orang Semarang pasti tau gimana keadaannya kedua pantai itu) maka muncullah rekomendasi Pantai Cipta. Kalau dari foto-foto di google sih cukup bagus. Oke kudu dibuktikan ini, jangan-jangan itu rekayasa camera 360 belaka.

Beneran baguskah? Hmmm sewaktu ngeliat pertama aku merasa shock. Lah sudah jalannya becek, banyak sampahnya pula. Muncul rasa tidak enak hati ke Fira karena sudah jauh-jauh mengajaknya ke sini. Tapi pepatah "don't judge the book from the cover" ternyata berlaku juga untuk Pantai Cipta ini. Setelah kami mengeksplore lebih dalam lagi maka kami mendapati pemandangan yang lumayan bagus. Daripada penasaran, liat foto-fotonya saja ya. Psst, foto-foto berikut ini tanpa editing apapun termasuk Camera 360 hehe. Monggo....

Waktu sama Fira....

Sampah dimana-mana bawaan dari laut
Udah becek, gak ada ojek
Karamba ikan
Tempat bersandar perahu nelayan. Lah aku bersandar di mana?
Ada padang ilalangnya juga

Fira as model. Pst kalo mau foto di sini jangan pas pasang ya, nanti bisa kejebak di tengah laut hihi
Fira nemu ikan mati wkkk


Waktu sama Tami, keesokan harinya....

Oddie, my folding bike
Oddie ditemani Slamet
Kebanyakan orang berkunjung ke sini untuk memancing
Cocok juga untuk orang yang pingin menyepi
Tami galau karena hapenya baru kecemplung di laut .-.

Overall, menurutku pantai ini udah lumayan banget dibanding pantai lain yang ada di Semarang. Coba saja kalau akses jalan kesini bagus dan tidak ada sampah, maka sempurnalah pantai ini. Bagaimana pak walikota? (emange pak wali moco? Ya mbok menawa wkwk)

NB : Kalo kesini hati-hati ya. Pertama, jalur akses masuk kesini banyak lalu lalang truk kontainer yang besar-besar. Kedua, pantai ini masih sepi jadi rawan kejahatan. Ketiga, ombak di sini lumayan kencang jadi rawan kalau kintir ke laut hehe.

Kamis, 12 Februari 2015

Eksplore Umbul Sidomukti dan Museum Kereta Api

Saat liburan semesteran ini aku dan temanku RF merencanakan untuk plesiran. Mula-mula destinasi pertama kami adalah kota Solo tapi karena bingung akomodasinya nanti di sana bagaimana akhirnya kami memutuskan untuk ke tempat yang dekat saja yaitu Kabupaten Semarang. Rencana awalnya sih di sana kami akan mengunjungi Umbul Sidomukti dan Candi Gedong Sanga. Untuk menambah personil agar lebih seru aku pun mengajak Isti untuk ikut dan Isti pun mengajak Erien ikut serta yang ternyata juga masih teronggok di Semarang. Fix kita berempat pun menyepakati akan berangkat hari Jumat, 6 Februari 2015.

Jumat, 6 Februari 2015
Setelah menunaikan sarapan kami berangkat naik angkot jurusan UNNES-Ungaran sekitar pukul 07.30 sampai ke Pasar Ungaran untuk kemudian dilanjut naik bus mini jurusan Salatiga. Kami pun turun di Pom Bensin Lemah Abang dan dari sini terlihatlah gapura selamat datang di kawasan Bandungan di seberang jalan. Nah saat kami akan menyebrang jalan muncullah sebuah angkot yang ngomong akan ke jurusan Bandungan (eh bapak sopirnya ding yang ngomong) dan tanpa ba bi bu lagi kita pun naik angkot tersebut. Saat di perjalanan si RF bertanya pada sang sopir apakah Pasar Jimbaran masih jauh (fyi kami berempat belum pernah ada yang ke umbul sidomukti. Kami hanya berbekal info dari hasil googling dan simbah google mengatakan jikalau ke sana maka kami harus turun angkot di Pasar Jimbaran untuk kemudian naik ojek menuju lokasi). Bapak sopir yang baik hati dan ramah itu mengatakan, "Oh masih jauh mbak, emang ini mau kemana?" Aku pun menjawab, "Umbul Sidomukti pak". "Oh kalo mau ke umbul gimana kalau saya antar langsung aja, tapi mbak-mbaknya nambahin ongkos satu orang jadi 10.000?", bapak sopir menyahut. Rejeki nomplok tak boleh ditolak. Lumayan bisa menghemat ongkos ojek yang katanya tarifnya Rp 15.000,00.

Sesampainya di umbul pukul 09.00 ternyata di sana masih sepi, sepertinya baru buka. Kami pun menuju ke loket untuk membeli tiket masuk seharga Rp 8.000,00. Di loket tersebut kami juga sekalian membeli tiket wahana permainan yaitu Flying Fox dan Marine Bridge. Setelah puas jalan-jalan terlebih dahulu, kami pun menuju permainan pertama yaitu flying fox. Ohya, flying fox yang kita naiki ini yang ukurannya sedang saja karena ternyata flying fox yang paling ekstrim hanya dibuka saat kunjungan ramai seperti hari sabtu dan minggu (hm padahal pengennya yang itu). Setelah diskusi sebentar akhirnya diputuskan akulah yang naik duluan katanya untuk mengetes apakah aman atau tidak, asyeeeem. Untungnya yah aman-aman saja sehingga kami berempat sampai dengan selamat sampai di ujung. Selepas itu aku, erien, dan RF capcus ke wahana marine bridge sedangkan isti gak ikut dan menuju tempat kami meluncur pertama tadi. Kami bertiga mengira bahwa naik marine bridge itu gampang cuman jalan di atas jaring tali aja. Ternyata? Kami salah besar! Berjalan di marine bridge itu susyaah sampai saat baru beberapa langkah aja rasanya aku pengen balik lagi, haha. Tetapi dengan perjuangan yang cukup ngos-ngosan kami pun bisa menuntaskan permainan tersebut.

Ini teman-temanku. Erien yang krudung merah, RF yang krudung coklat, dan Isti berkrudung ungu

Aku bersiap untuk naik flying fox
Kami sedang berjuang di marine bridge

Seusai menemui Isti kembali, kami memutuskan untuk pergi ke Pondok Kopi. Aku bertanya pada mas penjaga flying fox, "Mas, pondok kopi buka gak?". "Buka, mbak. Tapi jauh loh, kalo jalan kaki bisa setengah jam-an". Batinku, "alaaah paling mas'e lebay mosok yo adoh banget". Setelah pamit dengan masnya kami pun segera menuju pondok kopi mengikuti arah petunjuk dan saat itu jam menunjukkan pukul 11.20. Jalan, jalan, jalan.... masih belum ada tanda-tanda si pondok. Nanjak lagi, nanjak lagi.... masih belum nampak juga. Huah setelah beberapa kali istirahat di tengah jalan kami pun akhirnya melihat si pondok tersebut dan saat itu jam menunjukkan pukul 12.00 lebih dikit (mas'e orak ngapusi jebule). Sampai di sana kami masing-masing memesan kopi dan makanan, di mana aku memesan kopi vanilla dan tahu selasih. Kami pun menikmati hidangan diiringi rintik hujan dan kabut yang mulai turun. Syahdu.
Pucuk.. pucuk.. pucuk... Pondok kopi, we are coming!
Ini kopiku, mana kopimu?

Sekitar pukul 14.30 kami memutuskan untuk pulang. Yang semula kami ingin nelpon ojek untuk menjemput dari pondok kopi (kami dapat nomor ojek dari mas penjaga flying fox) diurungkan karena si isti pingin foto di batu besar di jalan yang kami lalui di perjalanan berangkat tadi. Ternyata keputusan kami tidak salah karena saat sedang jalan kaki sebuah mobil berhenti dan sang  penumpang menawari kami untuk nebeng (mungkin kasihan hihi). Rejeki anak sholehah. Kami pun diantar sampai pertigaan jimbaran dan isti merelakan tidak jadi foto di batu besar. Dari pertigaan jimbaran kami pun naik angkot sampai Lemah Abang kembali. Di sana kami berpisah. Isti dan Erien kembali ke Semarang sedangkan aku akan menginap di rumah RF di Salatiga untuk melanjutkan plesir keesokan harinya.

Sabtu, 7 Februari 2015
Di Monumen Palagan Ambarawa
Rencana pergi ke Gedong Sanga hari ini kami urungkan kerena badanku dan RF masih pegal-pegal akibat marine bridge. Kami pun memutuskan untuk jalan-jalan ke Ambarawa yaitu ke Museum Kereta Api.  Tetapi karena bapak angkot yang kami tumpangi lupa jika harus menurunkan kami di Museum KA maka kami pun kebablasan sampai ke Monumen Palagan Ambarawa. Yowes ndak apa berarti emang ditakdirkan untuk ke Monumen Palagan dahulu. Setelah berkeliling dan menunggu hujan reda yang telah turun sejak kami sampai di Bawen, kami pergi ke Museum Kereta Api sekitar pukul 12.45.

Ternyata dari Palagan ke Museum Kereta Api tidak begitu jauh. Sekitar pukul 13.00 lebih sedikit kami pun sampai dan kami langsung membeli tiket masuk di loket seharga Rp 10.000,00. Nah saat di loket ini kami melihat pengumuman bahwa jadwal berangkat kereta api wisata adalah : Sabtu pukul 13.00, Minggu pukul 11.00 dan 14.00. Waitttt, kereta wisatanya berangkat jam 13.00? Si RF pun segera bertanya pada petugas loket apakah keretanya sudah berangkat. Alhamdulillah rejeki anak solehah lagi karena kereta baru akan berangkat. Dengan setengah berlari kami pun segera ke loket tiket kereta yang berada di dalam museum dan membeli tiketnya seharga Rp 50.000,00. Harga 50.000 ternyata worthed banget karena sepanjang perjalanan pp selama 1 jam kami disuguhi pemandangan indah persawahan dan rawa pening. Wajib dicoba! Usai kembali ke museum lagi, kami kemudian berkeliling untuk melihat-lihat museum yang berisikan barang-barang jadul perkereta-apian di Indonesia dan berbagai kereta api kuno. Setelah puas berfoto dan berkeliling kami pun memutuskan untuk pulang kembali ke rumah RF sekitar pukul 15.30.
Koleksi museum kerta api

Pemandangan dari kereta api wisata
Kereta aja gandengan, masa kamu engga? *eh
Nungguin kamu. Iya, kamu!

Minggu, 8 Februari 2015
Jajanan pasar
Sebelum pulang kembali ke Semarang, sekitar pukul 08.00 aku diajak RF untuk ke Pasar Tibannya Salatiga yaitu pasar di pinggir jalan yang cuman ada di hari Minggu saja. Kami di sana membeli sarapan berupa jajanan pasar yang aku gak tau namanya tapi dulu mbahku sering banget beliin. Pukul 09.30 kami sudah sampai kembali ke rumah RF dan aku segera packing. Pukul 12.30, setelah pamit dengan orang tua RF, aku pun diantar RF ke Tapen naik motor untuk mencegat bus jurusan Solo-Semarang. Tak menunggu lama bus pun datang dan aku menaikinya sampai ke Terminal Sisemut Ungaran. Dari sana aku lanjut naik BRT jurusan Sisemut-Terboyo dan turun di Jalan Pemuda. Dari Jalan Pemuda aku pun jalan kaki ke rumah dan tiba pukul 14.30. Waktunya tiduuuuuur.