Kamis, 05 Januari 2017

Tour de Cirebon (Part 1)

Hari Pertama. "Siapa yang bilang pantura datar-datar saja?"
Jumat, 23 Desember 2016. Kusambut hari ini dengan riang gembira. Bagaimana tidak? Akhirnya impianku untuk gowes perdana AKAP-ku (Antar Kota Antar Provinsi) akan segera terwujud mulai hari ini. Setelah mandi dan mengecek kembali barang-barangku di tas pannier yang sudah ku packing semalam, aku sempatkan mengecek grup whatsapp. Ternyata kak Ranz mengabari sudah di depan Museum Mandala Bakti, tempat berkumpulnya kami. Jam menunjukkan pukul 05.40 ketika itu. Aku pun mempercepat persiapanku dan segera otewe ke sana. Sampai di sana, kulihat sudah ada Kak Ranz, Pakdhe Djoko, dan Om Edy. Tak berapa lama kemudian menyusul hadir Miss Nana (yang ternyata balik lagi karena ada barang tertinggal), Mas Asrul, dan Tami. Berarti tinggal Mbak Hesti ini, padahal rumahnya dia yang paling dekat. Hmmm... Akhirnya Mbak Hesti pun datang ketika jam sudah menunjukkan pukul 06.00 lebih. Kami semua pun berangkat ke rumah personil terakhir, yaitu Avit, yang notabene berada di daerah Krapyak.
Siap otewe
Menjemput kanjeng ratu Krapyak dulu
Selepas dari rumah Avit, perjalanan kami kini sesungguhnya dimulai. Sempat kulihat di daerah Mangkang terdapat papan penunjuk jalan yang menunjukkan jarak ke Cirebon 200 km lebih (lupa tepatnya). Oke, I'm ready to fight this road! Tak jauh dari perbatasan Semarang-Kendal, kami berhenti dulu untuk menunaikan sarapan di salah satu warung soto. Di sini kulihat Tami sudah tidak berada dalam rombongan. Mas Asrul berkata bahwa Tami ternyata pamit ke dia waktu di daerah Mangkang karena buru-buru ada urusan lain dan tidak sempat pamit ke semuanya. Ah ya, aku sempat agak kecewa ketika Tami memutuskan untuk tidak ikut turing ini dikarenakan jadwal sidang skripsinya yang masih tidak menentu (bahkan sampai sekarang -_-) dan memilih untuk ikut mengantar saja. Semangat ya, Tam!
Nyarap soto di Kendal
Perut kenyang, hati pun riang. Perjalanan lalu kembali dilanjutkan. Tak berapa lama kemudian, aku, Avit, dan Mbak Hesti yang berada di depan tiba-tiba dihentikan oleh Mas Asrul yang notabene naik motor. Dia mengatakan bahwa ban sepeda Miss Nana bocor jauh di belakang sehingga kami diminta menunggu. Sementara Mas Asrul kembali ke tempat Miss Nana dan yang lain, kami bertiga pun memutuskan duduk-duduk di emperan toko yang masih tutup. Kami akhirnya malah sibuk foto-foto dan dangdutan karena bosan, haha. Fyi, untuk perjalanan kali ini playlist si Avit diisi dangdut semua karena katanya nyocokin rute pantura :v . Baru sekitar setengah jam kemudian yang lainnya menyusul kami dan kami pun segera melanjutkan perjalanan.
ganti ban Austin, sepeda Miss Nana
Cekrek-cekrek di emperan toko daripada suwung :v
Tak selang berapa lama kami mengayuh sepeda, kudengar suara "braaak!" yang cukup kencang di belakangku. Pakdhe Djoko yang berada di belakangku seketika berteriak "Woy, mandheg woy!". Rem sepeda langsung kutekan sekuat-kuatnya. Ketika aku menoleh ke belakang, aku melihat seorang mbak-mbak sudah terkapar di jalan. Entah keserempet atau menyerempet motor di depannya, mungkin.  Sementara beberapa dari kami membawa mbaknya ke pinggir, kulihat Mas Asrul dengan gesit segera mengejar motor yang menyerempet mbak tersebut. Sepintas kulihat si mbak tersebut hanya luka ringan di mulut dan kakinya, semoga saja tidak ada luka dalam. Tak lama kemudian Mas Asrul sudah kembali dengan seorang bapak-bapak yang terlibat kecelakaan tadi. Setelah kami menitipkan Mbak tersebut ke warga sekitar dan meminta Bapak tersebut bertanggung jawab, kami segera melanjutkan perjalanan kembali karena buru-buru takut kemalaman di jalan.

Om Edy akhirnya pamit harus pulang kembali ketika kami tiba di dekat-dekat alun-alun Kendal. Berarti pengantar kami sekarang tinggallah Pakdhe Djoko dan Mas Asrul. Mengayuh dan terus mengayuh pedal, tak terasa akhirnya kami tiba di gapura selamat datang Kabupaten Batang yang bentuknya seperti daun. Itu berarti kami masih harus menempuh jarak sekitar 40 km-an lagi untuk mencapai Kota Batang. Yoshhhhhh. Setelah istirahat dan mengabari Mas Anjar, teman bersepeda kami di Kota Batang yang akan menyediakan tempat kami nanti menginap, kami pun lanjut menapaki aspal pantura.
Selamat datang Kabupaten Batang
Now we will meet the most killing track at pantura, tanjakan Plelen dan Alas Roban. Siapa yang bilang kalau pantura itu cuman datar-datar saja, hah? Orang tersebut harus mencoba melewatinya naik sepeda kurasa. Si Avit, yang notabene seorang diri memakai sepeda ukuran 16", malah memutuskan untuk melipat sepedanya dan loading di motor Mas Asrul sebelum melewati rute ini. Ada 2 alternatif jalan ketika di Alas Roban, jalan lama atau jalan baru (jalan lingkar). Kami akhirnya memilih untuk melewati jalan baru saja karena walaupun jalannya lebih memutar tetapi tanjakannya tidak terlalu curam. Di sini tenagaku lumayan terkuras. Bahkan saking sudah tidak konsentrasinya, aku pun sempat 'terjlungup' karena tidak melihat ada lubang di pinggir jalan. Karena posisiku waktu itu paling belakang, maka tidak ada yang melihatku jatuh dan menolongku. Tambah miris lagi ketika ada pengendara motor melihatku cuman berkata "eeeeh mbake tibo". Asyem wkwk. Untung saja rombongan di depan memutuskan untuk istirahat tak jauh dari situ sehingga aku bisa mengejar ketertinggalanku. Melihat aku kepayahan, Avit dan Mas Asrul pun terkadang membantu mendorongku dari atas motor. Dan akhirnya Mas Asrul menawarkan untuk menggantikanku naik sepeda. Aku pun mengiyakan tawaran tersebut. Lumayaaan.
Jalan baru plelen aka alas roban
Sempet didorong sama Avit feat. Mas Asrul :v
Lah jebulnya tanjakan plelen ini hanya tinggal kurang lebih 1 km dari tempatku gantian sama Mas Asrul. Tau gitu gantiannya daritadi aja yak, wkwkwk. Kalau kata Avit mah kita harus memanfaatkan fasilitas yang ada semaksimal mungkin ^^v . Sehabis dari tanjakan plelen ini kami lalu menyempatkan diri untuk makan siang terlebih dahulu di salah satu warung dekat situ karena jam sudah menunjukkan sekitar pukul 13.00. Selepas makan siang, kami akhirnya harus rela berpisah dengan para pengantar kami yaitu Pakdhe dan Mas Asrul yang harus balik ke Semarang. Kini berarti benar-benar tinggal 5 orang cewek saja yaitu aku, Avit, Mbak Hesti, Kak Ranz, dan Miss Nana.
Makan siang di daerah Alas Roban
Prediksiku bahwa rute tanjakan sudah berakhir ternyata salah. Kami masih disuguhi tanjakan rolling naik-turun selepas dari plelen tadi. Meski begitu, aku cukup menikmatinya karena saat menanjak cukup terbantu dengan dorongan saat turun. Bahkan saking asyiknya aku, Avit dan Mbak Hesti malah sempat main kebut-kebutan (ini jangan ditiru, hehe). Sewaktu kita hampir sampai di perbatasan Kota Batang, kulihat ada seorang laki-laki naik motor menghampiri dan mengajak ngobrol Miss Nana. Mbak Hesti pun bertanya padaku, "Wik itu siapa? Ndak Mas Anjar?". "Bukan kayaknya, mungkin cuman orang lain sing penasaran sama kita kalik," jawabku asal. Dan ternyata eh ternyata itu beneran Mas Anjar yang memang sengaja menyambut kita, bwahahaha. Aku baru tahu setelah kita berkenalan di gerbang selamat datang Kota Batang. Maaf ya Mas Anjar hehe.
Si Bandeng yang tak bawa menjadi korban kebut-kebutan sampai tali tasnya sobek dan harus dikreseki lagi :v
Akhirnya sampai di Kota Batang :D
Setelah sempat berfoto-foto di gerbang Kota Batang, kami diajak Mas Anjar ke rumahnya yang tak jauh dari situ terlebih dahulu untuk dijamu. Waktu itu menunjukkan sekitar pukul 18.00. Barulah sekitar pukul 19.00, kami kemudian diajak ke mess atlet panjat tebing Batang tempat kami akan istirahat. Fyi, Mas Anjar ini pelatih panjat tebing loh. Mess tersebut ternyata letaknya cukup dekat dengan alun-alun Kota Batang. Sesaat setelah kami merebahkan diri sejenak di kamar, hujan begitu deras mengucur dari langit. Wew, alhamdulillah gak kehujanan di jalan. Hujan tersebut mungkin pertanda untuk lebih baik kita mengistirahatkan diri saja ketimbang jalan-jalan di alun-alun pada malam ini yang semula kita rencanakan. Mari tidur.
Sego megono, menu makan malam kami :9

Hari Kedua. "Om, telolet om?"
Sabtu, 24 Desember 2016. Aku mulai membuka mata jam 04.00 ketika alarm spongebob-ku berbunyi. Ah, masih terlalu pagi. Aku pun hanya mematikan alarm dan kemudian berangkat tidur lagi. Akhirnya mataku baru benar-benar terjaga sekitar pukul 05.00 pagi. Usai solat subuh, aku baru merasa tubuhku 'njarem' semua. Duh, Gusti. Itulah yang menyebabkan aku memutuskan untuk mengantri mandi paling terakhir saja pagi ini karena ingin rebahan lebih lama hehe. Kami semua baru benar-benar ready ketika jam menunjukkan sekitar pukul 07.30. Sewaktu kami mulai mengeluarkan sepeda dari mess, kulihat ada mas-mas yang menyapa kami di depan pintu. Karena kupikir itu pelatih panjat tebing yang lain, aku pun hanya membalas tersenyum saja dan segera 'upyek' memasang tas pannier di sepeda. Barulah ketika Mas Anjar datang dan mengobrol dengannya aku baru sadar bahwa itu adalah Mas Hendrit, seseorang dari B2W Batang, yang sehari sebelumnya menawarkan diri untuk menemani kami sampai Pemalang. Owalaaa *tepok jidat*.
Avit lagi nyoba panjat tebing di dalam mess wkwk
Di depan mess. Mas Anjar yang kaos biru, Mas Hendrit yang kaos oranye.
Setelah berfoto-foto dan bercengkerama, kami pun mulai meninggalkan mess sekitar pukul 08.00. Rencana pertama pagi ini tak lain dan tak bukan tentu saja mencari sarapan! Haha. Pilihan kami pun jatuh kepada Soto Semarang di alun-alun Batang. Di sini kita lagi-lagi ditraktir oleh Mas Anjar. Gak penak sebenernya, tapi makasih banget Mas hehe. Pukul 09.00 kami baru melanjutkan perjalanan kami. Kota Batang ini kecil sekali (beda sama Kabupatennya yang aduhai panjangnya T.T), karena baru sebentar kami bersepeda ternyata sudah sampai di Kota Pekalongan. Lanjut lanjut lanjut... Ketika kami akhirnya sampai di gerbang Kabupaten Pekalongan, Mas Anjar izin pamit karena harus melanjutkan melatih panjat tebing untuk PON nanti. Dari sini kami berarti hanya ditemani oleh Mas Hendrit yang bertugas sebagai sweeper di belakang.
Nyarapan soto di alun-alun Batang
Selepas kami memasuki gerbang Kabupaten Pemalang, aku mendengar ada suara memanggil kami berhenti di salah satu minimarket. Oow.. itu ternyata Om Nanto, bike2worker Pemalang, yang akan menemani gowes kami di Pemalang ini. Om Nanto lalu mengambil posisi di depan sebagai road captain. Tapi karena entah gara-gara ban sepeda Om Nanto besar sedangkan kami kecil-kecil atau memang kecepatan gowesnya kami kalah, kami malah sempat beberapa kali tercecer cukup jauh di belakang. Ehehehehe, maafkan kami kalau gowesnya lambat ^^v Tiba di gerbang Kota Pemalang, Mas Hendrit pamit pulang dan 'menitipkan' kami ke Om Nanto. Tak jauh dari situ, kami pun berhenti di alun-alun Pemalang untuk menunaikan makan siang. Di sana ternyata telah menunggu istri Om Nanto. Kebetulan sekali beliau merupakan seorang guru sehingga percakapan di antara aku dan beliau cukup mengalir. Satu pesan yang kuingat dari beliau adalah tetaplah istiqomah untuk menggapai cita-citaku menjadi guru dan harus ikhlas menjalaninya. Siap, tante!
Tiba di gerbang Kota Pemalang
Di saat aku sudah selesai makan, aku bersama Mbak Hesti kemudian izin pamit sebentar untuk solat dzuhur dulu di masjid. Saat kembali lagi kulihat istri Om Nanto sudah tidak ada di tempat, pamit pulang duluan. Wah, padahal masih pingin ngobrol-ngobrol lagi. Tak lama kemudian kami pun melanjutkan perjalanan kembali. Ohya, makan siang kali ini ditraktir oleh Om Nanto bersama istri. Duh, hatur nuhun sangetttt. Om Nanto lalu mengantarkan kami sampai di gerbang selamat jalan Pemalang. Tidak jadi sampai kota Tegal, karena beliau harus buru-buru ada acara sore nanti. Beliau pun berpesan bahwa dia sudah menghubungi orang di Kota Tegal untuk menemani kami selanjutnya. Wew, udah kayak wanita bergilir aja kami. Hahahaha.

Memasuki daerah Kabupaten Tegal ini menjadi trek favoritku. Kenapa? Karena di  beberapa spot kami bisa melihat lautan lepas yang bisa merefreshingkan mata. Meski begitu, trek yang landai-landai saja pada hari ini ternyata cukup membuat bosan juga. Di saat bosan melanda inilah Avit dan Mbak Hesti kemudian berinisatif berburu suara telolet dengan cara mengacung-acungkan jempol ke arah bus-bus yang lewat dari arah barat. Mereka akan tertawa kegirangan apabila mendapatkan telolet dan akan berteriak "cupuu!" kalau tidak mendapatkannya. Meski terlihat kurang kerjaan, ternyata kegiatan ini sangat efektif untuk menghilangkan kejenuhan kami, haha. Sampai tak terasa akhirnya kami pun tiba di gerbang Kota Tegal. Di sini Avit mengabari bahwa ada seseorang yang telah meng-SMS dirinya berkata bahwa orang tersebutlah yang akan menemani kami selanjutnya dan dia menunggu di Terminal Tegal.
Om, telolet om!
Sewaktu kami telah tiba di terminal, kami tidak melihat penampakan goweser satupun. Karena cuaca saat itu sudah sangat mendung, kami pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan saja. Barulah ketika kami sampai dan berhenti di gerbang Kota Brebes, kulihat seorang remaja cowok menghampiri kami dengan sepedanya. Owalaa... orangnya masih anak SMA ternyata. Dia yang bernama Kanzul itu meminta maaf kepada kami karena tadi dia sedang membeli getuk untuk kami. So sweetnya anak ini, haha. Kanzul pun menemani kami di belakang agar dia yang menyesuaikan ritme gowes kami hehe. Tiba di alun-alun Brebes, aku dan Mbak Hesti segera pergi ke masjid karena waktu maghrib akan segera tiba, sedangkan yang lain ke salah satu tempat makan di depan masjid. Sewaktu baru saja aku memarkirkan sepeda dan masuk di masjid, breeeeeeessss hujan begitu deras mengguyur. Alhamdulillah, terima kasih ya Allah kami tidak kehujanan lagi.
Tiba di gerbang Kota Brebes. Mendungnyaaa
Usai solat, aku dan Mbak Hesti kemudian bergabung dengan yang lain untuk makan. Sewaktu makan, aku cukup banyak mengobrol dengan Kanzul. Ternyata dia merupakan seorang federalis Tegal dan pernah juga turing ke Cirebon. Aku pun mengajaknya untuk ke Semarang lain waktu untuk gantian kusambut nantinya. Dia pun mengiyakannya. Tak tunggu ya, Kanzul? (Kalau aku nanti masih di Semarang juga sih, huahahaha). Usai makan kami pun kedatangan Ghina, teman kampus si Avit, yang rumahnya akan kami tumpangi malam ini. Setelah membayar makanan kami masing-masing, kami pun berpisah dengan Kanzul. Sementara Kanzul pulang kembali ke rumahnya di Tegal, kami diantar Ghina pergi ke rumahnya yang ternyata sangat dekat dari alun-alun. Kami di sana langsung disambut dengan ramah oleh kedua orang tua Ghina dan disuguhi teh hangat. Usai membersihkan diri, kami pun tidur dengan nyenyak malam ini.

To be continued...