Pada akhir tahun 2015 lalu,
tepatnya tanggal 22 - 25 Desember 2015, aku bersama teman-teman pesepeda lain
(Tami, Ranz, dan Miss Nana) mengadakan wisata bersama ke Solo membawa sepeda.
Awalnya aku diberikan dua opsi pilihan untuk wisata oleh Ranz dan Miss Nana, ke
Solo atau ke Pulau Panjang Jepara. Kenapa aku memutuskan untuk memilih Solo?
Ada tiga alasan. Pertama dan yang utama, karena jarak ke Pulau Panjang dari
Semarang itu sekitar 90-an kilometer dan aku kurang yakin bisa menggenjot
sepedaku sejauh itu, sedangkan jika ke Solo bisa loading kereta yang cuman Rp 10.000
:p . Kedua, karena alasan finansial. Sebagai mahasiswa tingkat akhir yang baru
saja mengakhiri masa bakti PPL dan KKN-nya di luar kota, uang di rekeningku sudah
sangat amaaat tipis sehingga akhirnya memilih Solo yang lebih hemat karena di
Solo bisa menginap di rumah Ranz. Ketiga, karena aku kepengen sekali ke
Sangiran untuk memenuhi janjiku dengan mas arkeolog ganteng yang kutemui di
pameran museum dahulu :v (ceritanya di sini ). Begitulah.
22 Desember 2015
Karena pada tanggal 21 Desember
kami belum mendapatkan tiket (kata Tami dan Ranz yang ke stasiun Poncol antriannya
lama sekali, mungkin karena akan long weekend), akhirnya Ranz dengan berbaik
hati mengorbankan dirinya untuk memesankan tiket kereta api tanggal 22 pagi ke
stasiun dan alhamdulillah dapat. Setelah Ranz berkabar sudah dapat tiket, aku
yang memang sudah bersiap segera menggenjot sepedaku ke stasiun. Tak lama
kemudian Tami pun datang. Ranz menyarankan Tami untuk masuk terlebih dahulu ke
peron dengan alasan aku dan Ranz menunggu Miss Nana dahulu. Alasan utamanya sih
ngetes sepeda lipat bisa masuk peron atau tidak, ‘makake kanca’
istilahnya kalo di Jawa wkk. Aman, kata Tami melalui pesan whatsapp-nya.
Syukurlah. Setelah Miss Nana datang, kami bertiga pun segera menyusul Tami memasuki
peron stasiun tanpa masalah. Karena jam sudah menunjukkan pukul 08.30 sedangkan
kereta kami, yaitu Kalijaga, berangkat pukul 08.45, kami pun segera menaiki
kereta dengan membawa tiga sepeda lipat (punyaku, Tami, dan Miss Nana). Sempet
deg-degan apabila akan ditegur petugas kereta karena membawa sepeda lipat, tapi
ternyata kami aman-aman saja sampai ke Solo. Kami pun sampai di Stasiun
Purwosari, Solo sekitar pukul 12.00 siang.
Setelah turun dari kereta dan menyetel
sepeda lipat kami masing-masing, kami pun segera menuju ke rumah Ranz yang
letaknya kurang lebih hanya 1 km dari stasiun. Setibanya di sana kami tepar di
kamar Ranz sampai sore menjelang. Lalu setelah puas tepar sekitar pukul 15.00
kami berempat bersepakat untuk ber-ggs ria mengitari kota Solo (ggs =
gowes-gowes sore, bukan ganteng ganteng seringgila). Tujuan pertama kami adalah
Taman Balekambang, yaitu taman seluas 9,8 Ha yang dibangun tahun 1921 oleh KGPAA Mangkunegara VII untuk dua putrinya yaitu Partini dan Partinah (nyontek google dulu hihi). Setelah puas bercengkerama dan bernarsis ria di taman yang asri
tersebut kami memutuskan untuk melanjutkan gowes kami ke Taman Sriwedari. Kami tidak
berlama-lama di Taman Sriwedari, hanya menumpang foto saja. Selanjutnya
perjalanan berkeliling Solo dilanjutkan kembali dan tujuan kami selanjutnya
adalah menikmati jagung bakar langganan Ranz di sekitar Benteng Vastenburg.
Sayang, ternyata penjual jagung bakar tersebut tutup. Kami pun memutuskan untuk
pulang kembali ke rumah Ranz untuk beristirahat.
Sepedanya Tami dan Miss Nana. Sepedaku? Di sudut gerbong yang lain sendiri -_- |
Sampai di Stasiun Purwosari Solo |
Di dalam Taman Balekambang |
(Masih) di dalam Taman Balekambang |
Di depan Taman Sriwedari |
Keren ya Solo udah ada lampu lalin khusus sepeda. Semarang kapan, Pak Wali? |
Night ride di Kota Solo |
23 Desember 2015
Hari ini tujuan utamanya adalah ke
Museum Purbakala Sangiran di Sragen. Akhirnya! Setelah bersiap-siap, kami
berempat mulai menggowes ke Sangiran sekitar pukul 08.00. Perjalanan ke
Sangiran ini kami sebut sebagai ‘gowes mentel’. Kenapa? Karena meski jaraknya
tidak terlalu jauh, hanya sekitar 22 km, tetapi kami seringkali berhenti di
berbagai tempat. Entah itu minum kopi dan cemal-cemil dulu, ke ATM, ke toilet, ke
tambal ban (ban sepeda Tami sempat meledak -_-), sampai foto-foto entah di
berapa tempat. Karena keseringan mampir itulah yang menyebabkan kami baru
sampai di Sangiran tiga jam kemudian. Sesampainya di Sangiran kami membeli tiket
masuk seharga Rp 5000 per orang dan selanjutnya tentu saja menjelajahi kompleks
museum tersebut. Tak terasa sudah 2,5 jam kami berkeliling melihat-lihat
diorama yang KATANYA itu nenek moyang manusia (aku sih tidak percaya hehe).
Meski begitu masih ada satu hal yang masih mengganjal dalam benakku. Ya! Aku
tidak bertemu mas arkeolog yang kucari. Ah, ingin bertanya kepada Pak Satpam
juga tidak bisa karena aku tidak tahu namanya dan tidak punya fotonya. Ya sudah
mas, berarti kita memang tidak berjodoh. Habis itu? Ya sudah kami pulang ke
Solo lagi :”
Sangiran 18 km lagi |
Ban sepeda Tami harus ditambal karena 'meledak' di jalan :" |
Kali Wuni atau mantannya si Wuni? |
Dari sini Sangiran masih masuk lagi sekitar 3-4 km |
Salah satu diorama di dalam Sangiran |
"Sentuhlah Aku", kata tulisan tersebut |
"Terimakasih ya Allah aku sudah sampai Sangiran. Tapi kok aku gak ketemu mas arkeolog itu? :p" |
"Eh Wik medannya ke Sangiran gimana?"."Ah gak ada tanjakan, cuman gundukan". "Lha kok berhenti?. "Eeng nganu, kan mau pose dulu." #alesan |
24 Desember 2015
Rencananya hari ini kami berempat
akan pergi mengunjungi Keraton. Tetapi akhirnya kami urung pergi ke sana karena
Ranz lupa kalau hari ini adalah hari Maulid Nabi dan katanya di sana pasti
ramai sekali sampai tidak bisa bergerak karena ada acara Maulidan. Ya sudahlah.
Tujuan kami akhirnya melipir menuju Jembatan Londo. Kenapa disebut Jembatan
Londo? Karena konon katanya jembatan tersebut dibangun saat zaman Belanda atau ‘Londo’.
Konon katanya lagi sebenarnya jembatan ini dulu fungsinya tidak benar-benar untuk
jembatan. Loh kok? Jadi sebenarnya jembatan ini adalah saluran air dan kini
diberikan jalan setapak di atas jembatan berupa papan kayu sehingga dapat
difungsikan sebagai jembatan. Bagi yang
penasaran dengan Jembatan Londo ini bisa datang langsung saja ke sana yang
letaknya di tengah-tengah pemukiman penduduk daerah Bolon, Kartasura. Memang agak sulit
menemukannya jika belum pernah ke sana. Tetapi jika sudah sampai di daerah sana
ingatlah prinsip GPS “Gunakan Penduduk Sekitar”, alias tanya-tanya orang hehe.
Perjalanan kemudian kami lanjutkan
kembali ke Waduk Cengklik, Boyolali yang letaknya ternyata tidak terlalu jauh
dari Jembatan Londo tersebut. Di Waduk Cengklik tersebut kami kemudian memesan
minuman di salah satu warung untuk kemudian dinikmati sembari melihat
pemandangan. Tak lama memang kami di sana karena siang itu terik sekali
sehingga kami malas jalan-jalan ke waduk. Kami pun pulang kembali ke kediaman
Ranz setelah menghabiskan minuman kami masing-masing.
Hal yang paling aku syukuri
selama perjalanan ini adalah tidak turunnya hujan sama sekali ketika kami
gowes. Ya, meskipun aku suka sekali dengan hujan tetapi tak bisa dipungkiri
gowes saat hujan itu cukup merepotkan. Hujan baru turun hari ini pada sore
harinya yang notabene memang tidak ada rencana gowes kemanapun. Miss Nana yang memang
berencana pulang ke Semarang sore hari ini karena sudah berjanji dengan keluarganya
harus rela hujan-hujanan ke teminal bus diantar oleh Ranz. Aku dan Tami? Tidur
hehe. Kami berdua memang berencana untuk pulang keesokan harinya saja karena
ingin naik kereta kembali untuk ke Semarang (yang murah :p).
Perjuangan fotografer kami, Ranz, hihi |
Aku yang pura-puranya lagi nyebrang di Jembatan Londo |
Anak ngehits yang lagi sesi pemotretan di jalan menuju Waduk Cengklik. Tidak untuk ditiru! :v |
Di waduk cengklik |
25 Desember 2015
Jam 04.00 pagi aku dan Tami sudah
dibangunkan Ranz untuk bersiap-siap pulang ke Semarang. Sekitar 04.30 kami bertiga
(Ranz ikut ke Semarang juga akhirnya) pergi ke Stasiun Purwosari untuk mengejar
jadwal kereta Solo-Semarang yang berangkat pukul 05.15. Untunglah kami masih
mendapatkan tiket ketika itu. Singkat cerita, sekitar pukul 08.15 kami sudah
tiba ke Stasiun Poncol Semarang kembali. Teruntuk Ranz, Tami, dan Miss Nana : terima
kasih atas perjalanan yang menyenangkan ini :)
Ohya, bagi yang minat dan kuat bapering... eh buffering ding... bisa melihat video perjalanan kami yang telah dibuat oleh Ranz :
https://www.youtube.com/watch?v=9tBNW30-jGY
https://www.youtube.com/watch?v=oPqUnt-1WoQ
https://www.youtube.com/watch?v=RiYDcL2J22o
NB:
Tips membawa sepeda di kereta :
1. Sepeda yang boleh dibawa di
kereta itu adalah sepeda lipat yang SUDAH DILIPAT. Jadi, pastikan kalian sudah
melipat sepeda lipat kalian dengan rapi sebelum akan melewati pemeriksaan di
peron stasiun.
2. Taruh sepeda di lorong gerbong
kereta atau di manapun yang sekiranya tidak mengganggu para penumpang kereta
lain. (si Ranz bahkan pernah menaruh sepedanya di bagasi atas -_-)
3. Jangan takut kena tegur akibat
membawa sepeda, karena membawa sepeda lipat memang sudah ada peraturan yang memperbolehkannya.
4. Kalau mau, silahkan foto-foto
dengan sepeda kalian di gerbong kereta agar bisa dipamerkan.
Finally, enjoy your vacation with your
bike :)