Rabu, 06 Januari 2016

Bikepacking ke Solo : Pengalaman Pertamaku Loading Sepeda di Kereta



Pada akhir tahun 2015 lalu, tepatnya tanggal 22 - 25 Desember 2015, aku bersama teman-teman pesepeda lain (Tami, Ranz, dan Miss Nana) mengadakan wisata bersama ke Solo membawa sepeda. Awalnya aku diberikan dua opsi pilihan untuk wisata oleh Ranz dan Miss Nana, ke Solo atau ke Pulau Panjang Jepara. Kenapa aku memutuskan untuk memilih Solo? Ada tiga alasan. Pertama dan yang utama, karena jarak ke Pulau Panjang dari Semarang itu sekitar 90-an kilometer dan aku kurang yakin bisa menggenjot sepedaku sejauh itu, sedangkan jika ke Solo bisa loading kereta yang cuman Rp 10.000 :p . Kedua, karena alasan finansial. Sebagai mahasiswa tingkat akhir yang baru saja mengakhiri masa bakti PPL dan KKN-nya di luar kota, uang di rekeningku sudah sangat amaaat tipis sehingga akhirnya memilih Solo yang lebih hemat karena di Solo bisa menginap di rumah Ranz. Ketiga, karena aku kepengen sekali ke Sangiran untuk memenuhi janjiku dengan mas arkeolog ganteng yang kutemui di pameran museum dahulu :v (ceritanya di sini ). Begitulah.

22 Desember 2015
Karena pada tanggal 21 Desember kami belum mendapatkan tiket (kata Tami dan Ranz yang ke stasiun Poncol antriannya lama sekali, mungkin karena akan long weekend), akhirnya Ranz dengan berbaik hati mengorbankan dirinya untuk memesankan tiket kereta api tanggal 22 pagi ke stasiun dan alhamdulillah dapat. Setelah Ranz berkabar sudah dapat tiket, aku yang memang sudah bersiap segera menggenjot sepedaku ke stasiun. Tak lama kemudian Tami pun datang. Ranz menyarankan Tami untuk masuk terlebih dahulu ke peron dengan alasan aku dan Ranz menunggu Miss Nana dahulu. Alasan utamanya sih ngetes sepeda lipat bisa masuk peron atau tidak, ‘makake kanca’ istilahnya kalo di Jawa wkk. Aman, kata Tami melalui pesan whatsapp-nya. Syukurlah. Setelah Miss Nana datang, kami bertiga pun segera menyusul Tami memasuki peron stasiun tanpa masalah. Karena jam sudah menunjukkan pukul 08.30 sedangkan kereta kami, yaitu Kalijaga, berangkat pukul 08.45, kami pun segera menaiki kereta dengan membawa tiga sepeda lipat (punyaku, Tami, dan Miss Nana). Sempet deg-degan apabila akan ditegur petugas kereta karena membawa sepeda lipat, tapi ternyata kami aman-aman saja sampai ke Solo. Kami pun sampai di Stasiun Purwosari, Solo sekitar pukul 12.00 siang.

Setelah turun dari kereta dan menyetel sepeda lipat kami masing-masing, kami pun segera menuju ke rumah Ranz yang letaknya kurang lebih hanya 1 km dari stasiun. Setibanya di sana kami tepar di kamar Ranz sampai sore menjelang. Lalu setelah puas tepar sekitar pukul 15.00 kami berempat bersepakat untuk ber-ggs ria mengitari kota Solo (ggs = gowes-gowes sore, bukan ganteng ganteng seringgila). Tujuan pertama kami adalah Taman Balekambang, yaitu taman seluas 9,8 Ha yang dibangun tahun 1921 oleh KGPAA Mangkunegara VII untuk dua putrinya yaitu Partini dan Partinah (nyontek google dulu hihi). Setelah puas bercengkerama dan bernarsis ria di taman yang asri tersebut kami memutuskan untuk melanjutkan gowes kami ke Taman Sriwedari. Kami tidak berlama-lama di Taman Sriwedari, hanya menumpang foto saja. Selanjutnya perjalanan berkeliling Solo dilanjutkan kembali dan tujuan kami selanjutnya adalah menikmati jagung bakar langganan Ranz di sekitar Benteng Vastenburg. Sayang, ternyata penjual jagung bakar tersebut tutup. Kami pun memutuskan untuk pulang kembali ke rumah Ranz untuk beristirahat.
Sepedanya Tami dan Miss Nana. Sepedaku? Di sudut gerbong yang lain sendiri -_-
Sampai di Stasiun Purwosari Solo
Di dalam Taman Balekambang
(Masih) di dalam Taman Balekambang
Di depan Taman Sriwedari
Keren ya Solo udah ada lampu lalin khusus sepeda. Semarang kapan, Pak Wali?
Night ride di Kota Solo
23 Desember 2015
Hari ini tujuan utamanya adalah ke Museum Purbakala Sangiran di Sragen. Akhirnya! Setelah bersiap-siap, kami berempat mulai menggowes ke Sangiran sekitar pukul 08.00. Perjalanan ke Sangiran ini kami sebut sebagai ‘gowes mentel’. Kenapa? Karena meski jaraknya tidak terlalu jauh, hanya sekitar 22 km, tetapi kami seringkali berhenti di berbagai tempat. Entah itu minum kopi dan cemal-cemil dulu, ke ATM, ke toilet, ke tambal ban (ban sepeda Tami sempat meledak -_-), sampai foto-foto entah di berapa tempat. Karena keseringan mampir itulah yang menyebabkan kami baru sampai di Sangiran tiga jam kemudian. Sesampainya di Sangiran kami membeli tiket masuk seharga Rp 5000 per orang dan selanjutnya tentu saja menjelajahi kompleks museum tersebut. Tak terasa sudah 2,5 jam kami berkeliling melihat-lihat diorama yang KATANYA itu nenek moyang manusia (aku sih tidak percaya hehe). Meski begitu masih ada satu hal yang masih mengganjal dalam benakku. Ya! Aku tidak bertemu mas arkeolog yang kucari. Ah, ingin bertanya kepada Pak Satpam juga tidak bisa karena aku tidak tahu namanya dan tidak punya fotonya. Ya sudah mas, berarti kita memang tidak berjodoh. Habis itu? Ya sudah kami pulang ke Solo lagi :”
Sangiran 18 km lagi
Ban sepeda Tami harus ditambal karena 'meledak' di jalan :"
Kali Wuni atau mantannya si Wuni?
Dari sini Sangiran masih masuk lagi sekitar 3-4 km
Salah satu diorama di dalam Sangiran
"Sentuhlah Aku", kata tulisan tersebut
"Terimakasih ya Allah aku sudah sampai Sangiran. Tapi kok aku gak ketemu mas arkeolog itu? :p"
"Eh Wik medannya ke Sangiran gimana?"."Ah gak ada tanjakan, cuman gundukan". "Lha kok berhenti?. "Eeng nganu, kan mau pose dulu." #alesan


24 Desember 2015
Rencananya hari ini kami berempat akan pergi mengunjungi Keraton. Tetapi akhirnya kami urung pergi ke sana karena Ranz lupa kalau hari ini adalah hari Maulid Nabi dan katanya di sana pasti ramai sekali sampai tidak bisa bergerak karena ada acara Maulidan. Ya sudahlah. Tujuan kami akhirnya melipir menuju Jembatan Londo. Kenapa disebut Jembatan Londo? Karena konon katanya jembatan tersebut dibangun saat zaman Belanda atau ‘Londo’. Konon katanya lagi sebenarnya jembatan ini dulu fungsinya tidak benar-benar untuk jembatan. Loh kok? Jadi sebenarnya jembatan ini adalah saluran air dan kini diberikan jalan setapak di atas jembatan berupa papan kayu sehingga dapat difungsikan sebagai  jembatan. Bagi yang penasaran dengan Jembatan Londo ini bisa datang langsung saja ke sana yang letaknya di tengah-tengah pemukiman penduduk daerah Bolon, Kartasura. Memang agak sulit menemukannya jika belum pernah ke sana. Tetapi jika sudah sampai di daerah sana ingatlah prinsip GPS “Gunakan Penduduk Sekitar”, alias tanya-tanya orang hehe.

Perjalanan kemudian kami lanjutkan kembali ke Waduk Cengklik, Boyolali yang letaknya ternyata tidak terlalu jauh dari Jembatan Londo tersebut. Di Waduk Cengklik tersebut kami kemudian memesan minuman di salah satu warung untuk kemudian dinikmati sembari melihat pemandangan. Tak lama memang kami di sana karena siang itu terik sekali sehingga kami malas jalan-jalan ke waduk. Kami pun pulang kembali ke kediaman Ranz setelah menghabiskan minuman kami masing-masing.

Hal yang paling aku syukuri selama perjalanan ini adalah tidak turunnya hujan sama sekali ketika kami gowes. Ya, meskipun aku suka sekali dengan hujan tetapi tak bisa dipungkiri gowes saat hujan itu cukup merepotkan. Hujan baru turun hari ini pada sore harinya yang notabene memang tidak ada rencana gowes kemanapun. Miss Nana yang memang berencana pulang ke Semarang sore hari ini karena sudah berjanji dengan keluarganya harus rela hujan-hujanan ke teminal bus diantar oleh Ranz. Aku dan Tami? Tidur hehe. Kami berdua memang berencana untuk pulang keesokan harinya saja karena ingin naik kereta kembali untuk ke Semarang (yang murah :p).
Perjuangan fotografer kami, Ranz, hihi
Aku yang pura-puranya lagi nyebrang di Jembatan Londo
Anak ngehits yang lagi sesi pemotretan di jalan menuju Waduk Cengklik. Tidak untuk ditiru! :v
Di waduk cengklik
25 Desember 2015
Jam 04.00 pagi aku dan Tami sudah dibangunkan Ranz untuk bersiap-siap pulang ke Semarang. Sekitar 04.30 kami bertiga (Ranz ikut ke Semarang juga akhirnya) pergi ke Stasiun Purwosari untuk mengejar jadwal kereta Solo-Semarang yang berangkat pukul 05.15. Untunglah kami masih mendapatkan tiket ketika itu. Singkat cerita, sekitar pukul 08.15 kami sudah tiba ke Stasiun Poncol Semarang kembali. Teruntuk Ranz, Tami, dan Miss Nana : terima kasih atas perjalanan yang menyenangkan ini :)

Ohya, bagi yang minat dan kuat bapering... eh buffering ding... bisa melihat video perjalanan kami yang telah dibuat oleh Ranz :
https://www.youtube.com/watch?v=9tBNW30-jGY
https://www.youtube.com/watch?v=oPqUnt-1WoQ
https://www.youtube.com/watch?v=RiYDcL2J22o


NB:
Tips membawa sepeda di kereta :
1. Sepeda yang boleh dibawa di kereta itu adalah sepeda lipat yang SUDAH DILIPAT. Jadi, pastikan kalian sudah melipat sepeda lipat kalian dengan rapi sebelum akan melewati pemeriksaan di peron stasiun.
2. Taruh sepeda di lorong gerbong kereta atau di manapun yang sekiranya tidak mengganggu para penumpang kereta lain. (si Ranz bahkan pernah menaruh sepedanya di bagasi atas -_-)
3. Jangan takut kena tegur akibat membawa sepeda, karena membawa sepeda lipat memang sudah ada peraturan yang memperbolehkannya.
4. Kalau mau, silahkan foto-foto dengan sepeda kalian di gerbong kereta agar bisa dipamerkan.
Finally, enjoy your vacation with your bike :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar