Minggu, 30 April 2017

Rentetan Drama di Tour de Pangandaran 8 (Part 2)

Sabtu, 22 April 2017
Baru saja hari berganti, drama kembali menimpa kami. Sekitar pukul 04.30 pagi Mbak Hesti yang menaiki bus mengabari di grup whatsapp bahwa ada truk ngguling di daerah Majenang sehingga arus lalin macet total hingga hampir 2 jam. Waduh, padahal jam segitu dia harusnya sudah di Tasik. Sekitar pukul 5 pagi Mbak Hesti mengabari lagi bahwa dia memutuskan untuk menggowes saja dari sana bersama peserta TdP lain yang kebetulan satu bus, yaitu Pak Sur dan Om Rusli. Saat itu Kak Ranz yang terlihat paling panik mendengar kabar tersebut. Dia yang pernah menggowes di rute tersebut mengatakan bahwa itu masih sangat jauh dari Tasik dan treknya sangat rolling. Kak Ranz pun buru-buru memberi tahu untuk nanti Mbak Hesti menunggu kami di daerah Banjar saja. Sembari siap-siap check out hotel, kami pun masih harap-harap cemas menunggu kabar lagi dari Mbak Hesti. Mana dia ketinggalan charger hape pula, jadi harus pintar-pintar menghemat baterai. Saat kita sarapan sekitar pukul 06.30 barulah dia memberi kabar lagi bahwa sekarang dia dapat tumpangan pick up sampai ke Banjar. Alhamdulillah….
Sarapan dulu
Hotel Abadi. Thanks Tante Ria ^^
Pukul 7 pagi kami berlima sudah sampai di depan Gedung Telkom Tasik, tempat start. Wew, suasana di sana sudah sangat ‘kemrepyek’ dengan ribuan orang dari berbagai daerah di Indonesia. Kami pun mulai mengobrol dengan beberapa peserta baik yang sudah kami kenal sebelumnya maupun yang baru saja kenal. Barulah sekitar pukul 8 pagi para peserta mulai diberangkatkan dengan dipimpin oleh Pak Walikota Bandung yang super kece, iyaaaa Pak Ridwan Kamil euy! Tapi entahlah beliau ikut menggowes sampai berapa kilometer :) Di awal-awal rute kami disuguhi dengan banyak jalanan turun sehingga perjalanan sampai ke Perbatasan Kota Banjar sejauh kira-kira 30-an km tidak begitu terasa. Namun begitu, sepanjang perjalanan aku mulai sedikit merasakan ada yang aneh dengan bagian crank oddie yang berbunyi dan terkadang seret untuk digenjot. Hal yang aku pikir tidak akan apa-apa ini ternyata awal mula dari tragedi yang akan terjadi nantinya. Hmmm.
Siap berangkat
Go!
Sembari berfoto-foto di perbatasan Banjar, kami pun sempat mengecek kembali posisi Mbak Hesti. Karena ternyata dia memberi tahu bahwa masih perjalanan menuju ke Banjar, kami pun kembali melanjutkan perjalanan dengan berharap kita bisa papasan di jalan. Sekitar setengah jam kemudian kami pun kembali berhenti di suatu warung untuk membeli es teh dahulu. Di grup WA kulihat Mbak Hesti kembali mengshare lokasinya sekarang. Setelah kucek di maps ternyata ladalah jebul dia malah di belakang kami. Dia ternyata lewat jalan yang berbeda dengan rute sehingga kita tidak papasan jalan. Waktu kutelepon pun dia ternyata sedang terengah-engah karena katanya sedang nuntun sepeda melewati jalan yang benar-benar tanjakan curam. Hwe? Berarti fix beda jalan, lha wong tadi jelas-jelas rutenya banyak turunan kok. Aku pun mengshare balik lokasi kami dengan harapan Mbak Hesti bisa segera ke jalan yang benar. Inilah enaknya hidup di zaman sekarang, kita tinggal 'share location' langsung beres dah. Coba kalau enggak, bayangkan saat nelpon ada percakapan "nganu aku ini lagi ada di jalan gak tau namanya, jalannya sempit, kanan kirinya sawah, ada deretan warungnya, ya pokoknya gitulah." Bingung bingung bareng kowe :p
Hati-hati bro dan sist~
Perbatasan Banjar. Ada Mas Hendrit juga, jadi keinget Tour de Cirebon :)
Kami semua lalu memutuskan untuk melanjutkan perjalanan pelan-pelan saja. Dan akhirnya tibalah kami di tantangan tanjakan yang pertama, yaitu tanjakan Tepung Kanjut. Dibandingkan dengan tanjakan-tanjakan di Semarang aku pikir yaah tidak terlalu curam sebenarnya. Tapi tak dinyana tragedi terjadi padaku di sini. Oddie, sepeda lipatku, yang sejak semula memang sudah ada tanda-tanda trouble benar-benar ngambek di sini. Di saat aku mulai mengoper gigi saat akan melewati tikungan curam tiba-tiba ‘grekkkk’ pedal oddie benar-benar macet total tidak bisa digenjot. Aku yang shock ditambah kondisi jalan yang sedang menanjak membuatku hilang keseimbangan dan jatuh terjerembap. Umm, lumayan sakit dan malu ._. Aku pun ditolong oleh Kak Ranz dan beberapa peserta lain yang berbaik hati untuk membetulkan Oddie. Dari ngupyek-ngupyek sproket sampai nyopot pelindung crank, oddie sebetulnya belum sembuh betul. Katanya sih sebenarnya mungkin masalahnya ada di BB. Yaah setidaknya sekarang sudah bisa digenjot lagi. Saat ngupyeki Oddie inilah Mbak Hesti mulai terlihat. Pak Sur dan Om Rusli yang sebelumnya bersama Mbak Hesti pun pamit kepada kami untuk duluan melanjutkan perjalanan. Udah gak sabar ngebut kayaknya tuh :p

Tak berapa lama kami melanjutkan perjalanan eeh malah si Pockie, sepeda Kak Ranz yang dipinjam Tami, bannya bocor. Cobaannya banyak pisan ini teh. Dan saat baru saja si Pockie selesai ditambal eeh malah Oddie ngambek lagi gak mau digenjot. Harap bersabar, ini ujiaaan. Dengan upyek-upyek lagi akhirnya pedal Oddie pun bisa berputar. Meski begitu di tengah-tengah perjalanan Oddie kembali tidak bisa digenjot. Kali ini aku sudah bisa menyiasatinya dengan memaksa memutar pedal Oddie ke belakang sampai bisa digenjot lagi. Hal itu ternyata terus terjadi berulang-ulang selama perjalanan.
Akhirnya ketemu Mbak Hesti yey
Kurangnya istirahat yang cukup dan belum makan yang layak membuat performa Mbak Hesti tidak seperti biasanya. Dia bahkan meminta untuk evak saja kalau ada mobil evak lewat. Karena tidak kunjung terlihat mobil evak, Kak Ranz pun memutuskan untuk membantu mendorong Mbak Hesti sampai ke pos makan siang yaitu di Toserba Samudra Banjarsari. Sesampainya di sana pukul 14.00 kami pun segera mengambil jatah makan siang kami sembari menaikkan sepeda kami di mobil evak. Ya, kami semua memutuskan evak di sini karena selain faktor stamina Mbak Hesti juga karena masih sering ngambeknya si Oddie. Daripada nanti di jalan troublenya makin parah dan sudah gak ada mobil evak lagi. Maafkan aku teman-teman T.T

Proses evak
Sisa perjalanan kami kemudian dilanjutkan dengan menaiki mobil pick up. Kami pun sering menyemangati para peserta lain yang masih gowes demi mengusir kebosanan yang melanda. Akhirnya kami tiba juga di Pantai Pangandaran sekitar pukul 17.30. Cukup lama memang karena jalanan yang macet yang malah bikin kami tambah stres, hihihi. Untunglah kami masih bisa berfoto di Certificate of Completion sebelum hari benar-benar gelap.
Ssstt, jangan bilang2 loh ya :p
Finish!
Usai makan malam, kami pun diantar oleh teman salah satu panitia menuju penginapan yang telah kami pesan, yaitu Pondok Melati dengan nomor 20 dan 27. Kami cukup terkejut karena ternyata kamar nomor 20 adalah suatu ruangan yang terdiri dari ruang tamu dengan 2 ruang kamar lengkap dengan AC. What?? Kita kan mesennya kamar non AC. Kami tidak bisa tukar juga karena kamar lain udah full. Bingung. Kami pun memutuskan untuk mengambil yang nomor 20 saja karena merasa sudah cukup. Tetapi saat kami konfirmasi ke panitia yang mengurus hotel kami, dia mengatakan bahwa pemesanan tidak bisa dibatalkan dan ketika ditanya sisa pembayarannya dia pun mengatakan masih sama. Hm? Ya baiklah, mungkin ini rejeki kami. Kami pun membiarkan kamar nomor 27 kosong begitu saja. Usai membersihkan diri, kami pun segera menuju ke Hotel Beach View tempat pembagian doorprize berlangsung meski hujan mulai turun. Perjuangan yang tidak sia-sia karena salah satu personil kami, yaitu Avit, mendapatkan doorprize berupa seperangkat CCTV! Horee!! Kami pun kembali lagi ke penginapan kami untuk kemudian mengistirahatkan diri sekitar pukul 23.00.

(To be continued…)
.
.
.
Part 1 : klik di sini
Part 3 : klik di sini

Sabtu, 29 April 2017

Rentetan Drama di Tour de Pangandaran 8 (Part 1)

Sejak beberapa bulan lalu aku dan teman-temanku Semarang Velogirls sudah sangat menantikan untuk ikut Tour de Pangandaran 8 yang tahun ini diadakan tanggal 22 April 2017. Bagi yang belum tahu, Tour de Pangandaran atau biasa disingkat  ‘TdP’ ini merupakan even turing sepeda terbesar di Indonesia dengan rute Tasikmalaya-Pangandaran sejauh 107 km di mana pada penyelenggaraan kali ini diikuti kurang lebih 3200 peserta! Wow, kan? Aku pribadi sangat antusias untuk ikut karena selain penasaran dengan Pantai Pangandaran juga karena ingin merasakan rasanya bersepeda di tanah Sunda yang notabene pasti kulturnya berbeda dengan Semarang (psst, waktu ke Cirebon dulu sih aku tidak terlalu merasakan ‘shock culture’ karena masih di perbatasan Jateng-Jabar).
Poster TdP 8
Jumat, 21 April 2017
Setelah uring-uringan sejak beberapa hari sebelumnya karena sedang PMS dan ada aja masalah yang bikin sensi, akhirnya tiba juga hari bisa refreshing sejenak. Sekitar pukul 08.00 aku, Tami, Avit, dan Miss Nana berkumpul di Stasiun Poncol untuk naik kereta Kalijaga dahulu sampai Solo di mana Kak Ranz akan menunggu kami di sana. Satu anggota kami yang lain yaitu mbak Hesti memutuskan untuk naik bus nanti sore karena masih bekerja hari ini. Fyi, saat ini keberangkatan kereta kalijaga bergeser 15 menit dari sebelumnya menjadi pukul 09.00 dan stasiun pemberhentian terakhirnya hanya sampai Stasiun Balapan, tidak di Purwosari lagi. Duh, sudah terbayang bakal rempong transit kereta Pasundan nanti yang notabene berhenti di Purwosari.
Oddie <3
Saat kereta baru berjalan beberapa kilometer dari Stasiun Tawang, kereta kembali menghentikan lajunya. Weh, ada apa ini?? Banyak penumpang lain yang akhirnya turun untuk melihat situasi dan mulai terdengar kasak-kusuk dari penumpang lain bahwa kereta menabrak sebuah sepeda motor. Astaghfirullah! Kami pun diliputi kecemasan selain karena memikirkan nasib pengendara motor tersebut, juga memikirkan apakah kami masih sempat untuk transit kereta Pasundan nanti. Setelah sekitar setengah jam lebih berhenti, akhirnya kereta kembali meneruskan perjalanan. Dari berita online yang kami baca, ternyata peristiwa tabrakan tadi menewaskan 3 orang yaitu seorang ibu dengan dua anak kecil. Innalillahi wa innaillaihi rojiun… semoga diampuni dosa-dosa mereka, diterima amal ibadahnya, dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan. Aamiin.

Akhirnya kereta tiba di Stasiun Balapan sekitar jam 12.00, molor kurang lebih 15 menit dari seharusnya yaitu 11.45. Dengan sedikit terburu-buru kami pun segera membuka lipatan sepeda kami dan keluar stasiun. Di luar kulihat sudah ada Kak Ranz yang menunggu kami dengan muka tegang. Tanpa babibu dia pun langsung ngebut wuuus di depan memimpin kami menuju Stasiun Purwosari. Hesemeleeeeeh… kami pun selamat tiba di Stasiun Purwosari tepat waktu meski dengan muka pucat dan nafas engap (“-_-)/|| Lipat sepeda lagi, boarding lagi… duh repotnyaa. Sebetulnya ada sih kereta langsung dari Semarang ke Tasik, tapi mahal hiks. Kepada pejabat berwenang di KAI, mbok ya kereta Kalijaga berhentinya tetap di Purwosari saja. Endak kasihan sama kami rakyat jelata yang mementingkan tiket murah ini, Pak? :”
menunggu kereta Pasundan
Setelah menunggu kurang lebih 20 menit di peron, kereta Pasundan yang akan membawa kami ke Tasik akhirnya tiba pukul 13.05. Kami pun dipaksa ‘berolahraga’ sedikit lagi dengan menggotong-gotong sepeda dan pannier ke gerbong kami yang letaknya di cukup di belakang. Di sini lagi-lagi ada drama di mana si Tami hampir saja ketinggalan kereta. Hufff… untunglah kami semua akhirnya bisa duduk dengan lega di dalam gerbong kereta. Kami pun segera makan nasi ayam geprek dan leker yang telah dibelikan oleh Kak Ranz. Singkat cerita, kami pun tiba di Stasiun Tasikmalaya sekitar pukul 20.00. Setelah berfoto sejenak di depan stasiun, kami segera ke Gedung Telkom, tempat pendaftaran ulang, yang ternyata hanya berjarak beberapa ratus meter dari stasiun. Di sana kami pun menikmati hidangan yang disajikan untuk para tamu yaitu nasi tutuk oncom. Alhamdulillah hemat pengeluaran makan malam, xoxoxo.
Memulihkan stamina dengan ayam geprek
The Pelor Girl
Stasiun Tasikmalaya
Tiba di Gedung Telkom Tasikmalaya
Nasi tutuk oncom
Rencana kami untuk mengemper di Gedung Telkom malam ini dibatalkan karena Tante Ria Serbeje, salah satu pentolan B2W pusat, berbaik hati memberikan jatah 3 kamar di Hotel Abadi Tasik yang sejatinya diperuntukkan untuk sponsor (kayaknya). Alhamdulillah, rezeki setelah sekian banyak drama yang terjadi hari ini. Kami pun segera menuju ke Hotel Abadi usai menuntaskan makan malam kami. Setelah check in dan meletakkan barang-barang di kamar, aku, Tami, Avit, dan Kak Ranz memutuskan untuk mencari es teh di luar. Berjalan pada malam hari di Tasik membuatku cukup terperangah karena suasana jalan yang sangat sepi padahal baru sekitar jam 9 malam. Beda sekali dengan Semarang ya, hmm. Setelah berjalan cukup jauh kami pun menemukan tenda penjual sate ayam yang masih buka. Kami memutuskan untuk memesan 1 porsi sate ayam untuk kami berempat dan 4 gelas es teh manis. Eng ing eng… penjualnya berkata bahwa hanya menyediakan teh tawar saja. Glek. “Tapi ada es kan?” aku bertanya. “Enggak ada juga,” jawab si penjual. Duaaaar! Sebagai penduduk Semarang yang sudah terbiasa minum es meski hujan badai sekalipun dan minum teh yang ‘legi tur kenthel’, aku pun cukup shock dengan kenyataan itu. Well, kami akhirnya memutuskan untuk memesan satu porsi sate ayam saja dibungkus tanpa jadi membeli teh ._. Kami pun akhirnya malah menemukan tempat menjual es teh manis (meskipun teh celup) tepat di depan hotel kami. Duh kayak jodoh aja. Udah nyari jauh-jauh, eh malah nemunya yang di dekat kita *ups*.  Setelah menghabiskan es teh manis kami masing-masing, kami pun memutuskan kembali ke hotel untuk beristirahat. Besok turing ke pangandaran, yuhuu~~

(To be continued….)
.
.
.
Part 2 : klik di sini
Part 3 : klik di sini