Selasa, 02 Mei 2017

Rentetan Drama di Tour de Pangandaran 8 (Part 3)


Minggu, 23 April 2017
Jalan-jalan time! Seperti biasanya alarm spongebob-ku membangunkanku jam 4 pagi. Dengan masih setengah sadar aku pun turun dari kasur dan segera mematikannya. Lalu? Molor lagi wkwk. Masih ngantuk cuy. Aku baru benar-benar setelah dibangunkan Tami sekitar pukul 05.00 pagi. Singkat cerita kami semua telah siap pergi berburu sunrise ke Pantai Timur Pangandaran jam 05.30. Eh, enggak semua ding. Si Avit yang masih ngantuk memutuskan lebih memilih molor lagi. Baiklaah.

Di perjalanan menuju ke Pantai Timur kami disapa oleh salah satu pesepeda lain bernama Om Ayung Liem. Beliau pun berbaik hati menemani dan menyarankan spot untuk menikmati sunrise. Setelah sampai beliau langsung pamit karena ternyata ada janjian dengan teman lain. Ah, untunglah kami masih sempat melihat sunrise meski tak lama kemudian tertutup mendung lagi, hihi. Puas melihat sunrise dan aktivitas para nelayan sedang menarik jala (yang puanjang banget sampai bosen nungguinnya :p), kami berlima segera lanjut ke destinasi berikutnya yaitu Cagar Alam Pangandaran.
Sunrise di Pangandaran
Nelayan lagi menarik jala. Entah seberapa panjang itu jalanya :p
Tiket masuk ke Cagar Alam Pangandaran ini adalah sebesar Rp20.000,00 di hari libur. Selain ada hutan dengan berbagai faunanya dan berbagai gua yang aku sudah lupa namanya, di sini terdapat juga Pantai Pasir Putih yang cantik. Pantai Pasir Putih ini ternyata juga bisa diakses menggunakan perahu nelayan selain melalui cagar alam. Ah ya, kebetulan waktu berfoto di sini belum ada tamu lain yang datang sehingga malah berasa pantai privat :D
Salah satu sudut pantai
Pantai Pasir Putih
Like a private beach. Cool B)
Ada guanya juga
Katanya kalau cuci muka disini bisa awet muda, hmmm
Puas berkeliling, kami pun segera kembali ke hotel sekitar jam 9.00 mengingat masih ada satu personil yang tertinggal. Eladalah jebul si Avit masih molor aja ckck. Setelah mandi dan berkemas, kami segera check out dari hotel sekitar pukul 11.00 untuk kemudian main sebentar ke Pantai Barat Pangandaran sebelum pulang. Di sini lagi-lagi kami bertemu pesepeda lain yakni rombongan dari Batam dan juga para pentolan Bike2Work. Usai dari sana, kami memutuskan untuk makan siang di warung nasi goreng di sekitaran situ. Sewaktu makan tiba-tiba panitia yang mengurusi hotel kami mengechat Kak Ranz dan Miss Nana untuk memprotes kenapa kami malah check in di kamar AC dan menagih kekurangan biayanya. Lah gimana sih?? Kami kan kemarin udah nurut si pengantar bahwa kamar kami adalah nomor 20 dan 27. Kami juga udah berusaha mau tukar kamar tapi gak bisa gara-gara full booked. Kami juga udah bilang mau ngancel yang nomor 27 tapi katanya gak bisa. Dan waktu kami tanya sama panitia tersebut berapa kekurangan biaya kamarnya katanya sama. So???? Duh hal ini membuat kita langsung bete seketika itu juga. Drama lagi, drama lagi…
Bersiap check out
bersama om2 rempong B2W :p
Pelor Girls :D
Dengan masih uring-uringan kami pun segera menuju terminal untuk mencari Bus Budiman yang mengantarkan kami ke Tasikmalaya. Tarif bus yang kami dapatkan adalah sebesar Rp 80.000,00 dengan rincian 40.000 untuk tiket penumpang dan 40.000 lagi untuk tiket sepeda. Segera setelah kami naik semua, bus pun mulai melaju. Hujan deras mengguyur ketika bus mulai memasuki Kota Tasikmalaya. Ah, rencana kami untuk keliling Kota Tasik pun sirna sudah :( Pak kondektur bus yang baik hati pun menawari kami untuk turun di depan stasiun daripada di alun-alun sebagaimana rencana awal kami, tapi dengan syarat kami ikut dulu sampai bus selesai mutar dulu karena sebenarnya bus tidak melewati stasiun. Kami pun mengiyakan karena mengingat rempongnya meng-unfold sepeda di tengah hujan deras. Akhirnya kami tiba di stasiun sekitar pukul 17.30. Alhamdulillah bus benar-benar berhenti di depan stasiun sehingga kami hanya kehujanan sedikit ketika kami menggotong sepeda dan bawaan kami masuk ke stasiun. Terima kasih Pak Kondektur dan Pak Sopir :)
Sepeda dalam bus
Udara yang dingin membuat kami semua mulai kelaparan. Kami dibuat kebingungan lagi karena warung-warung makan di dekat stasiun sudah tutup semua. Malas juga untuk pergi jauh karena harus meng-unfold sepeda. Di tengah kegalauan yang melanda terdengarlah suara ‘tek.. tek.. tek.. tek..’ penyelamat jiwa raga. Penjual nasi goreng lewat! Dengan suka cita kami pun segera memanggil penjual nasi goreng tersebut dan menikmati makan malam di warung kelontong depan stasiun yang ternyata milik orang Surabaya. Bertemu dengan sesama orang jawa di tanah sunda membuat kami sedikit bahagia di tengah ke’roaming’an kami dengan bahasa sunda yang terjadi beberapa hari ini hihihi.
Nggembel di depan stasiun
Sekitar pukul 20.00 kami segera boarding ke dalam peron stasiun untuk menunggu Kereta Kahuripan yang akan mengantarkan kami ke Solo. Pukul 21.00 kereta pun datang dan dengan dibantu porter bersama staff CS kami menaikkan sepeda kami di gerbong. Fyuh, kini kami berenam harus rela duduk terpisah meski masih satu gerbong karena kereta benar-benar full. Sekitar pukul 04.00 pagi kami akhirnya tiba di Stasiun Purwosari Solo. Kami lagi-lagi harus unfold sepeda karena masih harus menuju ke Stasiun Balapan untuk menaiki Kereta Kalijaga jurusan Semarang-Solo. Ya, gara-gara kebijakan baru KAI yang tidak meneruskan rute KA Kalijaga ke Purwosari lagi kami harus rempong seperti ini. 
Gowes pagi buta dari Purwosari ke Balapan
Naik kereta kalijaga. Akhirnya balik Semarang!
Setelah melewati jalanan yang masih sepi (iyalah lha wong masih pagi buta), kami akhirnya tiba di Stasiun Balapan. Di sini aku, Tami, Avit, Mbak Hesti, dan Miss Nana berpisah dengan Kak Ranz yang notabene memang orang Solo. Kereta Kalijaga mulai meninggalkan Stasiun Purwosari pukul 05.20 dan singkat cerita kami tiba kembali di Stasiun Poncol Semarang pukul 08.15. Akhirnya tiba ke Semarang lagi dan ini (semoga) menjadi akhir dari drama berkepanjangan kami :’)

Mau kemana lagi ya? :D


(The End)
.
.
.
Part 1 : klik di sini
Part 2 : klik di sini

Minggu, 30 April 2017

Rentetan Drama di Tour de Pangandaran 8 (Part 2)

Sabtu, 22 April 2017
Baru saja hari berganti, drama kembali menimpa kami. Sekitar pukul 04.30 pagi Mbak Hesti yang menaiki bus mengabari di grup whatsapp bahwa ada truk ngguling di daerah Majenang sehingga arus lalin macet total hingga hampir 2 jam. Waduh, padahal jam segitu dia harusnya sudah di Tasik. Sekitar pukul 5 pagi Mbak Hesti mengabari lagi bahwa dia memutuskan untuk menggowes saja dari sana bersama peserta TdP lain yang kebetulan satu bus, yaitu Pak Sur dan Om Rusli. Saat itu Kak Ranz yang terlihat paling panik mendengar kabar tersebut. Dia yang pernah menggowes di rute tersebut mengatakan bahwa itu masih sangat jauh dari Tasik dan treknya sangat rolling. Kak Ranz pun buru-buru memberi tahu untuk nanti Mbak Hesti menunggu kami di daerah Banjar saja. Sembari siap-siap check out hotel, kami pun masih harap-harap cemas menunggu kabar lagi dari Mbak Hesti. Mana dia ketinggalan charger hape pula, jadi harus pintar-pintar menghemat baterai. Saat kita sarapan sekitar pukul 06.30 barulah dia memberi kabar lagi bahwa sekarang dia dapat tumpangan pick up sampai ke Banjar. Alhamdulillah….
Sarapan dulu
Hotel Abadi. Thanks Tante Ria ^^
Pukul 7 pagi kami berlima sudah sampai di depan Gedung Telkom Tasik, tempat start. Wew, suasana di sana sudah sangat ‘kemrepyek’ dengan ribuan orang dari berbagai daerah di Indonesia. Kami pun mulai mengobrol dengan beberapa peserta baik yang sudah kami kenal sebelumnya maupun yang baru saja kenal. Barulah sekitar pukul 8 pagi para peserta mulai diberangkatkan dengan dipimpin oleh Pak Walikota Bandung yang super kece, iyaaaa Pak Ridwan Kamil euy! Tapi entahlah beliau ikut menggowes sampai berapa kilometer :) Di awal-awal rute kami disuguhi dengan banyak jalanan turun sehingga perjalanan sampai ke Perbatasan Kota Banjar sejauh kira-kira 30-an km tidak begitu terasa. Namun begitu, sepanjang perjalanan aku mulai sedikit merasakan ada yang aneh dengan bagian crank oddie yang berbunyi dan terkadang seret untuk digenjot. Hal yang aku pikir tidak akan apa-apa ini ternyata awal mula dari tragedi yang akan terjadi nantinya. Hmmm.
Siap berangkat
Go!
Sembari berfoto-foto di perbatasan Banjar, kami pun sempat mengecek kembali posisi Mbak Hesti. Karena ternyata dia memberi tahu bahwa masih perjalanan menuju ke Banjar, kami pun kembali melanjutkan perjalanan dengan berharap kita bisa papasan di jalan. Sekitar setengah jam kemudian kami pun kembali berhenti di suatu warung untuk membeli es teh dahulu. Di grup WA kulihat Mbak Hesti kembali mengshare lokasinya sekarang. Setelah kucek di maps ternyata ladalah jebul dia malah di belakang kami. Dia ternyata lewat jalan yang berbeda dengan rute sehingga kita tidak papasan jalan. Waktu kutelepon pun dia ternyata sedang terengah-engah karena katanya sedang nuntun sepeda melewati jalan yang benar-benar tanjakan curam. Hwe? Berarti fix beda jalan, lha wong tadi jelas-jelas rutenya banyak turunan kok. Aku pun mengshare balik lokasi kami dengan harapan Mbak Hesti bisa segera ke jalan yang benar. Inilah enaknya hidup di zaman sekarang, kita tinggal 'share location' langsung beres dah. Coba kalau enggak, bayangkan saat nelpon ada percakapan "nganu aku ini lagi ada di jalan gak tau namanya, jalannya sempit, kanan kirinya sawah, ada deretan warungnya, ya pokoknya gitulah." Bingung bingung bareng kowe :p
Hati-hati bro dan sist~
Perbatasan Banjar. Ada Mas Hendrit juga, jadi keinget Tour de Cirebon :)
Kami semua lalu memutuskan untuk melanjutkan perjalanan pelan-pelan saja. Dan akhirnya tibalah kami di tantangan tanjakan yang pertama, yaitu tanjakan Tepung Kanjut. Dibandingkan dengan tanjakan-tanjakan di Semarang aku pikir yaah tidak terlalu curam sebenarnya. Tapi tak dinyana tragedi terjadi padaku di sini. Oddie, sepeda lipatku, yang sejak semula memang sudah ada tanda-tanda trouble benar-benar ngambek di sini. Di saat aku mulai mengoper gigi saat akan melewati tikungan curam tiba-tiba ‘grekkkk’ pedal oddie benar-benar macet total tidak bisa digenjot. Aku yang shock ditambah kondisi jalan yang sedang menanjak membuatku hilang keseimbangan dan jatuh terjerembap. Umm, lumayan sakit dan malu ._. Aku pun ditolong oleh Kak Ranz dan beberapa peserta lain yang berbaik hati untuk membetulkan Oddie. Dari ngupyek-ngupyek sproket sampai nyopot pelindung crank, oddie sebetulnya belum sembuh betul. Katanya sih sebenarnya mungkin masalahnya ada di BB. Yaah setidaknya sekarang sudah bisa digenjot lagi. Saat ngupyeki Oddie inilah Mbak Hesti mulai terlihat. Pak Sur dan Om Rusli yang sebelumnya bersama Mbak Hesti pun pamit kepada kami untuk duluan melanjutkan perjalanan. Udah gak sabar ngebut kayaknya tuh :p

Tak berapa lama kami melanjutkan perjalanan eeh malah si Pockie, sepeda Kak Ranz yang dipinjam Tami, bannya bocor. Cobaannya banyak pisan ini teh. Dan saat baru saja si Pockie selesai ditambal eeh malah Oddie ngambek lagi gak mau digenjot. Harap bersabar, ini ujiaaan. Dengan upyek-upyek lagi akhirnya pedal Oddie pun bisa berputar. Meski begitu di tengah-tengah perjalanan Oddie kembali tidak bisa digenjot. Kali ini aku sudah bisa menyiasatinya dengan memaksa memutar pedal Oddie ke belakang sampai bisa digenjot lagi. Hal itu ternyata terus terjadi berulang-ulang selama perjalanan.
Akhirnya ketemu Mbak Hesti yey
Kurangnya istirahat yang cukup dan belum makan yang layak membuat performa Mbak Hesti tidak seperti biasanya. Dia bahkan meminta untuk evak saja kalau ada mobil evak lewat. Karena tidak kunjung terlihat mobil evak, Kak Ranz pun memutuskan untuk membantu mendorong Mbak Hesti sampai ke pos makan siang yaitu di Toserba Samudra Banjarsari. Sesampainya di sana pukul 14.00 kami pun segera mengambil jatah makan siang kami sembari menaikkan sepeda kami di mobil evak. Ya, kami semua memutuskan evak di sini karena selain faktor stamina Mbak Hesti juga karena masih sering ngambeknya si Oddie. Daripada nanti di jalan troublenya makin parah dan sudah gak ada mobil evak lagi. Maafkan aku teman-teman T.T

Proses evak
Sisa perjalanan kami kemudian dilanjutkan dengan menaiki mobil pick up. Kami pun sering menyemangati para peserta lain yang masih gowes demi mengusir kebosanan yang melanda. Akhirnya kami tiba juga di Pantai Pangandaran sekitar pukul 17.30. Cukup lama memang karena jalanan yang macet yang malah bikin kami tambah stres, hihihi. Untunglah kami masih bisa berfoto di Certificate of Completion sebelum hari benar-benar gelap.
Ssstt, jangan bilang2 loh ya :p
Finish!
Usai makan malam, kami pun diantar oleh teman salah satu panitia menuju penginapan yang telah kami pesan, yaitu Pondok Melati dengan nomor 20 dan 27. Kami cukup terkejut karena ternyata kamar nomor 20 adalah suatu ruangan yang terdiri dari ruang tamu dengan 2 ruang kamar lengkap dengan AC. What?? Kita kan mesennya kamar non AC. Kami tidak bisa tukar juga karena kamar lain udah full. Bingung. Kami pun memutuskan untuk mengambil yang nomor 20 saja karena merasa sudah cukup. Tetapi saat kami konfirmasi ke panitia yang mengurus hotel kami, dia mengatakan bahwa pemesanan tidak bisa dibatalkan dan ketika ditanya sisa pembayarannya dia pun mengatakan masih sama. Hm? Ya baiklah, mungkin ini rejeki kami. Kami pun membiarkan kamar nomor 27 kosong begitu saja. Usai membersihkan diri, kami pun segera menuju ke Hotel Beach View tempat pembagian doorprize berlangsung meski hujan mulai turun. Perjuangan yang tidak sia-sia karena salah satu personil kami, yaitu Avit, mendapatkan doorprize berupa seperangkat CCTV! Horee!! Kami pun kembali lagi ke penginapan kami untuk kemudian mengistirahatkan diri sekitar pukul 23.00.

(To be continued…)
.
.
.
Part 1 : klik di sini
Part 3 : klik di sini

Sabtu, 29 April 2017

Rentetan Drama di Tour de Pangandaran 8 (Part 1)

Sejak beberapa bulan lalu aku dan teman-temanku Semarang Velogirls sudah sangat menantikan untuk ikut Tour de Pangandaran 8 yang tahun ini diadakan tanggal 22 April 2017. Bagi yang belum tahu, Tour de Pangandaran atau biasa disingkat  ‘TdP’ ini merupakan even turing sepeda terbesar di Indonesia dengan rute Tasikmalaya-Pangandaran sejauh 107 km di mana pada penyelenggaraan kali ini diikuti kurang lebih 3200 peserta! Wow, kan? Aku pribadi sangat antusias untuk ikut karena selain penasaran dengan Pantai Pangandaran juga karena ingin merasakan rasanya bersepeda di tanah Sunda yang notabene pasti kulturnya berbeda dengan Semarang (psst, waktu ke Cirebon dulu sih aku tidak terlalu merasakan ‘shock culture’ karena masih di perbatasan Jateng-Jabar).
Poster TdP 8
Jumat, 21 April 2017
Setelah uring-uringan sejak beberapa hari sebelumnya karena sedang PMS dan ada aja masalah yang bikin sensi, akhirnya tiba juga hari bisa refreshing sejenak. Sekitar pukul 08.00 aku, Tami, Avit, dan Miss Nana berkumpul di Stasiun Poncol untuk naik kereta Kalijaga dahulu sampai Solo di mana Kak Ranz akan menunggu kami di sana. Satu anggota kami yang lain yaitu mbak Hesti memutuskan untuk naik bus nanti sore karena masih bekerja hari ini. Fyi, saat ini keberangkatan kereta kalijaga bergeser 15 menit dari sebelumnya menjadi pukul 09.00 dan stasiun pemberhentian terakhirnya hanya sampai Stasiun Balapan, tidak di Purwosari lagi. Duh, sudah terbayang bakal rempong transit kereta Pasundan nanti yang notabene berhenti di Purwosari.
Oddie <3
Saat kereta baru berjalan beberapa kilometer dari Stasiun Tawang, kereta kembali menghentikan lajunya. Weh, ada apa ini?? Banyak penumpang lain yang akhirnya turun untuk melihat situasi dan mulai terdengar kasak-kusuk dari penumpang lain bahwa kereta menabrak sebuah sepeda motor. Astaghfirullah! Kami pun diliputi kecemasan selain karena memikirkan nasib pengendara motor tersebut, juga memikirkan apakah kami masih sempat untuk transit kereta Pasundan nanti. Setelah sekitar setengah jam lebih berhenti, akhirnya kereta kembali meneruskan perjalanan. Dari berita online yang kami baca, ternyata peristiwa tabrakan tadi menewaskan 3 orang yaitu seorang ibu dengan dua anak kecil. Innalillahi wa innaillaihi rojiun… semoga diampuni dosa-dosa mereka, diterima amal ibadahnya, dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan. Aamiin.

Akhirnya kereta tiba di Stasiun Balapan sekitar jam 12.00, molor kurang lebih 15 menit dari seharusnya yaitu 11.45. Dengan sedikit terburu-buru kami pun segera membuka lipatan sepeda kami dan keluar stasiun. Di luar kulihat sudah ada Kak Ranz yang menunggu kami dengan muka tegang. Tanpa babibu dia pun langsung ngebut wuuus di depan memimpin kami menuju Stasiun Purwosari. Hesemeleeeeeh… kami pun selamat tiba di Stasiun Purwosari tepat waktu meski dengan muka pucat dan nafas engap (“-_-)/|| Lipat sepeda lagi, boarding lagi… duh repotnyaa. Sebetulnya ada sih kereta langsung dari Semarang ke Tasik, tapi mahal hiks. Kepada pejabat berwenang di KAI, mbok ya kereta Kalijaga berhentinya tetap di Purwosari saja. Endak kasihan sama kami rakyat jelata yang mementingkan tiket murah ini, Pak? :”
menunggu kereta Pasundan
Setelah menunggu kurang lebih 20 menit di peron, kereta Pasundan yang akan membawa kami ke Tasik akhirnya tiba pukul 13.05. Kami pun dipaksa ‘berolahraga’ sedikit lagi dengan menggotong-gotong sepeda dan pannier ke gerbong kami yang letaknya di cukup di belakang. Di sini lagi-lagi ada drama di mana si Tami hampir saja ketinggalan kereta. Hufff… untunglah kami semua akhirnya bisa duduk dengan lega di dalam gerbong kereta. Kami pun segera makan nasi ayam geprek dan leker yang telah dibelikan oleh Kak Ranz. Singkat cerita, kami pun tiba di Stasiun Tasikmalaya sekitar pukul 20.00. Setelah berfoto sejenak di depan stasiun, kami segera ke Gedung Telkom, tempat pendaftaran ulang, yang ternyata hanya berjarak beberapa ratus meter dari stasiun. Di sana kami pun menikmati hidangan yang disajikan untuk para tamu yaitu nasi tutuk oncom. Alhamdulillah hemat pengeluaran makan malam, xoxoxo.
Memulihkan stamina dengan ayam geprek
The Pelor Girl
Stasiun Tasikmalaya
Tiba di Gedung Telkom Tasikmalaya
Nasi tutuk oncom
Rencana kami untuk mengemper di Gedung Telkom malam ini dibatalkan karena Tante Ria Serbeje, salah satu pentolan B2W pusat, berbaik hati memberikan jatah 3 kamar di Hotel Abadi Tasik yang sejatinya diperuntukkan untuk sponsor (kayaknya). Alhamdulillah, rezeki setelah sekian banyak drama yang terjadi hari ini. Kami pun segera menuju ke Hotel Abadi usai menuntaskan makan malam kami. Setelah check in dan meletakkan barang-barang di kamar, aku, Tami, Avit, dan Kak Ranz memutuskan untuk mencari es teh di luar. Berjalan pada malam hari di Tasik membuatku cukup terperangah karena suasana jalan yang sangat sepi padahal baru sekitar jam 9 malam. Beda sekali dengan Semarang ya, hmm. Setelah berjalan cukup jauh kami pun menemukan tenda penjual sate ayam yang masih buka. Kami memutuskan untuk memesan 1 porsi sate ayam untuk kami berempat dan 4 gelas es teh manis. Eng ing eng… penjualnya berkata bahwa hanya menyediakan teh tawar saja. Glek. “Tapi ada es kan?” aku bertanya. “Enggak ada juga,” jawab si penjual. Duaaaar! Sebagai penduduk Semarang yang sudah terbiasa minum es meski hujan badai sekalipun dan minum teh yang ‘legi tur kenthel’, aku pun cukup shock dengan kenyataan itu. Well, kami akhirnya memutuskan untuk memesan satu porsi sate ayam saja dibungkus tanpa jadi membeli teh ._. Kami pun akhirnya malah menemukan tempat menjual es teh manis (meskipun teh celup) tepat di depan hotel kami. Duh kayak jodoh aja. Udah nyari jauh-jauh, eh malah nemunya yang di dekat kita *ups*.  Setelah menghabiskan es teh manis kami masing-masing, kami pun memutuskan kembali ke hotel untuk beristirahat. Besok turing ke pangandaran, yuhuu~~

(To be continued….)
.
.
.
Part 2 : klik di sini
Part 3 : klik di sini

Rabu, 15 Maret 2017

Menguji Nyali di J150K

J150K? Apa itu? Jadi, J150K atau Jogjakarta 150 KM merupakan salah satu acara akbarnya para pecinta sepeda lipat untuk menguji kemampuannya dalam menggowes sepeda gemes itu. Acara di tahun 2017 ini merupakan acara yang kedua setelah sukses diselenggarakan tahun 2013 lalu. Dengan mengusung tema "nJajah Desa Milang Kori", kali ini komunitas JFB (JogjaFoldingBike) bekerja sama dengan komunitas SESAT (Sepeda Sampai Tua) dalam menyelenggarakan J150K. Antusiasme selier untuk mengikuti acara ini terlihat sangat tinggi terbukti dengan habisnya kuota peserta dalam waktu 2 jam setelah pendaftaran dibuka! Wow, kan? Setelah didesak banyak orang, akhirnya panitia pun menambah kuota peserta sampai 600 orang. Saat pendaftaran dibuka kembali, sebenarnya aku sudah berhasil mendaftar beserta teman-teman Velogirls Semarang lain. Tapi akhirnya aku memutuskan untuk batal mendaftar karena masih belum yakin apakah di waktu itu aku bisa ikut atau tidak (lagi bokek juga sih sebenere ekekeke). Barulah beberapa hari sebelum penyelenggaran J150K aku memberanikan diri menjadi romli a.k.a rombongan liar karena salah satu teman pesepeda laki-laki, yaitu Mas Lambang, juga ikut. Setidaknya bisa 'njagake' dia lah kalau ada apa-apa di jalan, pikirku.
Rute J150K
Latihan Semarang-Kudus PP sebulan sebelum J150K
Latihan individu ke UNNES 2 hari sebelum J150K

Jumat, 24 Februari 2017
Pagi-pagi aku sudah bersiap di rumah menunggu Avit dan Mas Lambang yang rencananya menitipkan motor di rumahku. Sekitar jam 7 pagi akhirnya datanglah Avit, disusul Mas Lambang tak lama kemudian. Setelah memasukkan kedua motor mereka di halaman rumahku, berangkatlah kami bertiga ke Stasiun Poncol. Avit menggunakan Minul seli polygon-nya, Mas Lambang sementara mengendarai Oddie seli foldx-ku (dia gak bawa sepeda karena mau 'ngreyen' langsung seli yang sudah dibelinya di Jogja), sedangkan aku diboncengkan Bapak naik motor. Setibanya di stasiun, kami berjumpa dengan rombongan bapak-bapak dari komunitas 'Rainbow' yang ternyata akan ikut J150K juga. Wah, keretanya nanti ramai sepeda lipat dong. Setelah menunggu Miss Nana tiba, kami pun segera memasuki peron stasiun untuk menunggu kedatangan kereta Kalijaga yang akan mengantar kami ke Solo. Sesuai waktu di tiket, kereta kami pun berangkat pukul 08.45.
Bersiap otw
Setelah 3 jam perjalanan, kami pun sampai di Stasiun Purwosari Solo. Di sana ternyata telah menunggu Kak Ranz yang notabene orang Solo. Sementara Mas Lambang pergi jumatan, kami cewek-cewek memutuskan makan siang dengan ayam geprek di depan stasiun. Sekitar jam 12.45 kami telah tiba kembali di stasiun karena kami akan berangkat ke Jogja dengan kereta Prameks yang berangkat pukul 13.00. Prameks yang kami tumpangi kali ini tidak terlalu ramai sehingga kami masih bisa duduk di kursi, tidak seperti perjalanan sebelumnya yang mengharuskan kami duduk di lantai :" 
Suasana gerbong kalijaga yang sepi selepas dari Stasiun Balapan
Bisa duduk di prameks
Jam 14.00 lebih kami sampai di Stasiun Maguwo, Jogja. Aku, Avit, Miss Nana, dan Kak Ranz menggowes ke penginapan kami di daerah Janthi, sedangkan Mas Lambang memutuskan untuk naik Trans Jogja. Setelah mandi dan menyempatkan mampir angkringan dulu, kami pun menuju LPP Garden untuk pendaftaran ulang. Selepas dari sana, malam harinya kami memutuskan untuk makan malam di bawah flyover Janthi sembari bertemu teman goweser dari Jogja, yaitu Mas Radit, yang ternyata jadi marshall penunjuk jalan besok. Sekembalinya di hotel, kami pun kedatangan anggota lagi yaitu Mbak Hesti (dia berangkat nebeng mobil Mas Dansap, anggota Komselis, karena tidak bisa izin kerja jumat ini) dan juga Tante Evie yang dulunya teman Kak Ranz di Srikandi. Ah ya, malam ini pula ternyata Mas Lambang juga sudah mengambil seli yang dia beli yang ternyata adalah Polygon B2W 16". Mari istirahat..
Stasiun Maguwo

Sabtu, 25 Februari 2017
Hari H! Pukul 05.30 kami semua sudah menuju LPP Garden yang notabene tempat start J150K. Kejutan buatku, Kak Ranz berbaik hati berinisiatif untuk mengambilkan nomor peserta kenalannya yang ternyata batal hadir di J150K. Tak dinyana Mas Lambang ternyata kemarin juga telah mendapat nomor peserta dari penjual seli yang dibelinya. Alhamdulillah gak ada yang jadi romli. Terima kasih Kak Ranz :D Para peserta pun akhirnya diberangkatkan jam 6 lebih. Dengan mengucap bismillah, aku pun mantap untuk mengarungi jarak yang kurang lebih 150 km nanti.
Sebelum start
Melihat rute J150K yang telah dishare panitia, terlihat bahwa awal-awal rute adalah berupa tanjakan. Sempat 'keder' juga kalau ternyata aku sudah gak kuat di awal. Ewalah ternyata tanjakan di Jalan Kaliurang ini bahkan tidak sampai semematikan tanjakan Gombel *nggaya sitik*. Rombonganku pun baru memutuskan istirahat setibanya di depan UII untuk minum dan regrouping. Di sini terlihat pedal kiri Rockie, sepeda Mbak Hesti, macet sehingga agak menghambat laju bersepedanya. Panitia pada pos bayangan 1 lalu menyarankan untuk melanjutkan perjalanan terlebih dahulu sampai pos 1 karena mekaniknya ada di sana. Setibanya di sana, sembari beristirahat akhirnya pedal Rockie kemudian dibetulkan sampai bisa memutar kembali.

Di depan UII
Tetapi baru 1 km kami berjalan kembali pedal Rockie macet lagi. Memang sepertinya ini harus diganti. Sementara Avit, Miss Nana, dan Kak Ranz sudah melaju di depan, aku menemani Mbak Hesti gowes pelan-pelan. Sampai akhirnya aku melihat toko dan bengkel sepeda di pinggir jalan, aku pun menyarankan untuk mengganti pedal Rockie disana saja. Sehabis mengganti pedal Rockie, Mbak Hesti serasa hidup kembali katanya haha. Kami berdua pun agak sedikit ngebut mengejar yang lain yang ternyata menunggu kami beberapa km di depan. Aku pun kembali berpasangan dengan Avit di jalan yang memang sedari awal kita udah berjanji akan terus bareng. Tapi lama-lama kok aku baru ngeh kalau ternyata Mbak Hesti sudah gak ada di belakang! Loh? Ning ndi neh jal iku? Si Avit pun bilang paling Mbak Hesti udah sama Mas Dani, pacarnya, yang memang rencananya nyusul nemenin. Iya juga yah. Akhirnya rombongan kami pun terpecah dengan sendirinya di jalan. Aku bersama Avit, Miss Nana dengan Kak Ranz, Mbak Hesti dengan pacarnya, dan Mas Lambang? Hmm dia mblandang sendiri di depan.
Di Pos 1
Foto-foto dari panitia :D
Cuaca Jogja saat itu galau. Sempat gerimis di pertengahan jalan, akhirnya cuaca kembali cerah ceria kembali. Woolah hampir aja mau ngeluarin jas hujan. Cuaca yang cerah ceria cenderung panas itulah yang membuat Avit lebih memilih membeli es teh di angkringan ketimbang minum yang disediakan panitia di pos bayangan 2. Bocah, bocah... Akhirnya kami pun kembali melanjutkan perjalanan ke pos 2, yaitu Pantai Baru, yang masih sekitar 20 km lagi. Kami pun tiba di Pantai Baru pukul 12.15. Di sini Miss Nana dan Kak Ranz bilang pada kami bahwa akan evak sampai finish karena harus menemani Tante Evie yang kudu balik ke Jakarta nanti malam.

Sampai juga di Pantai Baru
Karena keenakan istirahat, aku, Avit, Mbak Hesti, dan Mas Dani baru keluar dari Pantai Baru sekitar pukul 14.00. Tantangan rute kali ini adalah harus melawan angin pantai yang aduhai. Untung saja pemandangannya adalah sawah di kanan-kiri sehingga cukup untuk menghilangkan kepenatan. Di tengah jalan lagi-lagi aku dan Avit terpisah lagi dengan Mbak Hesti dan Mas Dani yang di belakang. Karena si Avit juga mengaku sudah lapar lagi, akhirnya kami pun mampir di angkringan sembari menunggu mereka. Setelah Avit menghabiskan indomie rebus telurnya, kami tak jua melihat mereka lewat. Akhirnya kami memutuskan untuk lanjut saja ke Pos 3, yaitu Museum Pleret, yang masih sekitar 10 km lagi. Kami berdua tiba di Pos 3 sekitar pukul 16.30. Di sana bahkan panitia sudah mulai kukutan, hiks. Setelah mendapat tanda contreng pada gelang kami di Pos 3, kami pun buru-buru untuk lanjut saja tanpa istirahat kembali.

Together we can yaaa sist
Tak seberapa jauh dari Pos 3 aku pun melihat Mbak Hesti dan Mas Dani di depan. Mungkin mereka melewati kami saat di angkringan tapi kami luput melihatnya. Terlihat ban roadbike Mas Dani bocor sehingga mau tidak mau kami harus menunggu untuk menambal ban terlebih dahulu. Sembari menunggu, Mbak Hesti balik lagi ke Pos 3 untuk mencontreng gelangnya karena tadi dia tidak melihat museumnya yang memang berada di kanan jalan. Kata Mbak Hesti setelah kembali ke kami, panitia pun menyarankan kepada kami untuk nanti lewat kota saja, tidak usah mengikuti rute, agar menghemat waktu sampai finish. Setengah jam kemudian kami pun lanjut kembali setelah ban roadbike Mas Dani selesai ditambal.

Di pertengahan jalan lagi-lagi kami melihat seorang panitia dan dia menyuruh kami untuk belok ke kiri di persimpangan jalan depan (seharusnya ke kanan kalau manut rute). Kami pun manut-manut saja karena hari sudah beranjak maghrib ketika itu. Bahkan ketika tinggal beberapa km sampai finish, kami akhirnya diikuti oleh salah satu panitia lain dan dia bertanya "Mbak, rombongan terakhir ya?". Kami pun protes dan bilang bukankah ada rombongan lain lagi di belakang kami. Panitia itu pun berkata bahwa yang di belakang sudah pada di evak. Ewalaah... tiwas nyantai dipikir di belakang kami masih ada orang. Kami pun tiba di Hotel LPP Garden kembali sekitar pukul 18.00. Alhamdulillah finish! :D Hujan deras yang tiba-tiba melanda saat kami sampai finish memaksa kami untuk nguyup di sana hingga pukul 19.00 ketika gala dinner dimulai. Dikarenakan tubuh kami yang kuprus kemringet dan tidak membawa baju ganti, kami pun memutuskan untuk kembali ke penginapan untuk mandi dan makan malam di dekat penginapan saja karena terlalu capek balik lagi. Sepertinya akan tidur nyenyak malam ini...
Alhamdulillah tuntas sampai finish tanpa evak

Minggu, 26 Februari 2017
Rencana awal yang harusnya kami semua naik kereta dulu ke Solo untuk kemudian lanjut ke Semarang senin paginya dibatalkan karena aku ada job ngelesi private minggu malamnya (yang pada akhirnya aku batalkan juga karena masih terlalu capek, hehe). Miss Nana dan Kak Ranz tetap ke Solo dulu, sedang yang lain memutuskan naik bus langsung dari Jogja. Sementara Mbak Hesti pacaran sama Mas Dani; aku, Avit, dan Mas Lambang diantarkan Mas Radit untuk muter-muter dulu yaitu ke Raminten dan Malioboro. Barulah siang harinya kami ke terminal Jombor untuk pulang ke Semarang lagi. Sampai jumpa lagi, Jogja! J150K kuereeen euy :D

Pose di tembok Raminten :p
gelang kenang-kenangan dari J150K
Pedestrian Malioboro